BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sedimentologi merupakan ilmu yang mempelajari batuan sedimen dan proses
pembentukannya, seperti klasifikasinya, originnya, dan interpretasinya. Sedimen
merupakan material lepas hasil rombakan batuan penyusun kerak bumi yang
mengalami pengangkutan, selanjutnya terkonsentrasi pada atau dekat permukaan
bumi.
Sekitar 75% permukaan bumi ditutupi
oleh batuan sedimen, yaitu
batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan sedimen
lainnya. Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika,
kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan
pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Kebutuhan hidup manusia banyak
berhubungan dengan batuan sedimen seperti dalam penentuan dan pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur
tua dalam skala waktu geologi, Banyak mineral atau batuan yang bersifat ekonomis
berasosiasi dengan batuan sedimen.
Material sedimen memiliki ukuran
yang berbeda-beda mulai dari bongkah sampai lempung. Ukuran material ini dapat
menjelaskan proses, tempat terbentuknya dan tempat terdapatnya material sedimen
ini, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sangatlah diperlukan untuk melakukan
praktikum sedimentologi dengan acara analisa ukuran butir.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun
tujuan dari diadakannya praktikum ini adalah :
1. Mengetahui
analisis ukuran butir sedimen pada daerah penelitian
2.
Membuat pengolahan data dalam statistik dan dalam
kurva semilog dari sebaran sedimen.
Adapun manfaat dari diadakannya praktikum ini adalah
untuk mengetahui proses pembentukan dan transportasi dari material sedimen
tersebut.
1.3 Letak dan Kesampaian Daerah
Penenlitian dilakukan pada tiga
titik atau stasiun, diantaranya stasiun satu pada daerah sungai jeneberang,
stasiun dua pada daerah bili – bili, dan stasiun tiga pada tempat wisata
pemandian tanjung bayang. Perjalanan dimulai dari fakultas teknik, kampus
tamalanrea unhas Makassar dengan jarak menuju stasiun satu sekitar 80 km yang
ditempuh menggunakan bus kota sebagai transportasi darat selama 210 menit.
Selanjutnya, dilakukan perjalanan kembali menuju stasiun dua dengan menggunakan
media transportasi yang sama selama 90 menit dengan jarak tempuh sekitar 40 km,
dan stasiun selanjutnya ditempuh selama 180 menit dengan jarak tempuh sekitar
70 km.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 ... Geologi Regional
2.1.1 Geomorfologi Regional
Bentuk morfologi yang menonjol di
daerah ini adalah kerucut gunungapi Lompobattang yang menjulang mencapai
ketringgian 2876 meter di atas permukaan Laut. Kerucut gunungapi Lompobattang
ini dari kejauhan masih memperlihatkan bentuka aslinya dan tersusun oleh batuan
gunungapi berumur Pliosen.
Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempit sebarannya terdapat disebelah
Barat dan disebelah Utara gunung Lompobattang. Disebelah Barat terdapat gunung
Baturape mencapai ketinggian 1124 meter, dan disebelah Utara terdapat gunung
Cindako, mencapai ketinggian 1500 meter. Kedua bentuk kerucut tererosi ini
disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
Dibagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh topografi karst yang
dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi Karst ini
dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen
Bawah sampai Pliosen
Disebelah Barat gunung Cindako dan sebelah Utara gunung Baturape merupakan
daerah berbukit halus di bagian Barat. Bagian Barat mencapai ketinggian
kira-kira 500 meter diatas permukaan laut dan hampir merupakan suatu dataran.
Bentuk morfologi ini tersusun oleh batuan klastik gunungapi berumur Miosen.
Bukit-bukit yang memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke gunung
Cindako dan gumnung Baturape berupa retas-retas Basalt.
Pesisir Barat merupakan datraan rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah
rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di
dataran ini. Di bagian Timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang
tersusun oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen.
Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah dengan
arah umumu Baratlaut Tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk.
Daerah ini tersusun oleh batuan Karbonat dari Formasi Tonasa.
Batuan tua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi Marada,
berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu endapan lereng
bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu. Kegiatan magma
berkembang menjadi suatu gunung api pada waktu kira-kira 63 juta tahun, dan
menghasilkan Btuan gunung api terpropilitkan.
Lembah Walanae di Lembar Pangkajene Bagian Barat sebelah Utaranya menerus ke
Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir Timur.
Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen, yaitu sedimen klastika Formasi Salo
Kalupang disebelah Timur dari sedimen Karbonat Formasi Tonasa disebelah
Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah Barat Lembah Walanae merupakan
paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi
dekat daratan
Paparan Laut dangkal Eosen meluas hampir ke seleruh lembar peta , yang buktinya
ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah Timur
Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai
Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae rupanya
berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang
menghasilkan Formasi Kalamiseng.
Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh tektonikyang
menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan
dimana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung
sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala
Pliosen.
Menurunnya cekungan Walanae dibarengi pleh kegiatan gunungapi yang terjadi
secara luas disebelah Baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah timurnya.
Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya
terjadi dibawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul dipermukaan pada
kala Pliosen. Kegiatan gunung api selama Miosen menghasilkan Formasi
Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan gunungapi Baturape-Cindako
kelompok retas basal berbentuk radier memusat ke gunung Cindako dan gunung
Baturape, terjadinya mungkin berhubungan gerakan mengkubah pada Kala Pliosen.
Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan Kala
Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan
magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan
sesar-sesar en echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang
berarah Utara – Selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari
suatu gerakan mendatar dekstral daripada batuan alas di bawah Lembar Walanae.
Sejak Kala Pliosen pesisir barat ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan
dataran stabil, yang pala Kala Holosen hanya terjadi endapan alluvium dan
rawa-rawa.
2.1.2 Stratigrafi Regional
Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen flysch
Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan Malihan (S) belum
diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda daripada Formasi
Marada ; yang jelas diterobos oleh Granodiorit yang diduga berumur Miosen (19-2
juta tahun yang lalu). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang
lebih muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan Gunungapi terpropilitkan
tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras.
Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-Oligosen
Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur dengan bagian
bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah Timur
Lembah Walanae dan formasi Tonasa terjadi disebelah Baratnya. Satuan batuan
yang berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah menindih tak selaras batuan yang
lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya, diperkirakan batuan
karbonat yang dipetakan sebagai Formasi tonasa (Temt) terjadi pada daerah yang
luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir berlangsung
hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang
dari 1750 meter. Pada kala Miosen Awal, rupanya terjadi endapan batuan
gunungapi di daerah Timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).
Satuan batuan yang berumur Miosen Tengan sampai Pliosen menyusun Formasi Camba
(Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih tidak selaras batuan-batuan yang
lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan dengan
klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan gunungapi
(Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak
Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah Timur, dan menyusun
Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota Selayar (Tmps).
Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun Batuan
Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda adalah
yang menyusun satuan gunungapi Lompobattang (Olv), berumur Plistosen. Sedimen
termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).
2.1.3 Struktur Geologi Regional
Menurut Sukamto (1982), struktur
geologi di daerah pegunungan Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur
lipatan dan struktur sesar.
- Struktur Lipatan
Struktur ini mempunyai arah jurus dan kemiringan perlapisan
batuan yang tidak teratur,sehingga sulit untuk menentukan jenisnya.Adanya
pelipatan dicirikan oleh kemiringan lapisan batuan,baik batuan Tersier maupun
batuan Kwarter (Plistosen), telah mengalami perlipatan,sehingga umur lipatan
ini ditafsirkan setelah Plistosen.
- Struktur Sesar
Struktur sesar ini mempunyai arah yang bervariasi,seperti
pada daerah Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara-Selatan,
Timur-Barat, Baratdaya-Timurlaut, sedangkan pada baian Utara mengarah
Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-Tenggara, dimana jenis sesar ini sulit untuk
ditentukan.
Terjadinya pelipatan dan pensesaran
berhubungan dengan proses tektonik daerah setempat, dimana akhir daripada
kegiatan gunung api Miosen Bawah, diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya pemulaan terbentuknya Walanae. Peristiwa ini kemumngkinan besar
berlangsung sejak awal Miosen Tengah dan menurun perlahan secara sedimentasi
berlangsung sampai kala Pliosen, hal ini diikuti oleh kegiatan gunung api pada
daerah sebelah Baratdaya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai
Pliosen dengan Gunung api bawah laut, dan muncul pada kala Pliosen sebagi
gunung api kontinen yang kemungkinan besar pada kala ini mulai terjadi
perlipatan, dimana kegiatan-kegiatan magma pada kala Plistosen Atas diikuti
oleh kegiatan tektonik yang menyebabkan terjadinya sesar di daerah ini.
2.2 Sedimentologi
Tujuh
puluh persen batuan yang menutupi permukaan bumi ini terdiri dari batuan
sedimen. Yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan
batuan sedimen lainnya.
Batuan tersebut terbentuk secara
proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai
lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Pembelajaran tentang
batuan sedimen sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan pembelajaran
batuan batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi.
Batuan sedimen adalah batuan yang
terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya
atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis
pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan (Pettjohn, 1975 )
Proses terbentuknya batuan sedimen
dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan
kimiawi dan mekanis, ditransportasikan dalam bentuk larutan dan padat, dan
diendapkan sebagai sedimen, yang kemudian terlitifikasi menjadi batuan sedimen.
Sedimen alamiah mempunyai suatu
rentang ukuran partikel. Penyebaran ukuran di sekitar ukuran rata-ratanya
disebut sorting. Sedimen dengan well-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang
sempit, dan sedimen dengan poorly-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang
lebar. Dalam praktek teknik sipil, istilah-istilah ini memiliki arti yang
berlawanan. Sedimen dengan well- sorted adalah bergradasi jelek, dan sedimen
dengan poorly-sorted adalah bergradasi baik. Sedimen dengan well-sorted
cenderung makin seragam, sedangkan sedimen dengan poorly-sorted cenderung makin
tidak seragam.
2.2.1 Analisa Ukuran Butir
Ukuran
butir merupakan bagian yang mendasar dalam batuan sedimen klastik dan merupakan
ciri-ciri yang harus ada dalam mendeterminasi batuan sedimen. Ukuran butir
berkisar dari beberapa micron sampai beberapa meter, yang tersebar secara alami
yang menunjukkan sebuah satu rangkaian yang saling berkaitan. Dikarenakan
banyaknya ukuran butir maka dibutuhkan sebuah skala ukuran butir, dan yang umum
digunakan adalah skala Udden-Wentworth. Skala ini pertama kali dikenalkan oleh
Udden pada tahun 1898 dan kemudian dimodifikasi dan diperluas oleh Wentworth
pada tahun 1922. Skala ini merupakan sebuah skala geometris yang setiap nilanya
pada skala dua kali lebih besar dari nilai skala sebelumnya, atau satu setengah
kali lebih besar. Skala Udden-wentworth berkisar dari <1/256 mm (0,0039 mm)
hingga >256 mm dan dibagi menjadi empat kategori ukuran (lempung, lanau,
pasir dan kerikil) yang mana dibagi menjadi sub-bagian ukuran butir.
Modifikasi
yang dilakukan pada skala udden-wentworth yang paling banyak digunakan adalah
skala logaritma phi, yang mana data dapat memiliki nilai yang sama untuk data
grafik dan perhitungan statistik. Skala ini dikenalkan oleh Krumbein pada tahun
1934, yang didasari pada hubungan :
dimana
adalah ukuran phi dan S adalah ukuran butir dalam
millimeter. Ukuran butir sebenarnya dinyatakan dalam millimeter dimana semakin
menurun nilai ukuran butir maka nilai phi (+) bertambah dan semakin meningkat
nilai ukuran butir maka nilai phi (-) bertambah, hal ini dikarenakan material
sedimen berukuran pasir, lanau dan lempung lebih melimpah pada batuan sedimen.
Table
2.1: Tabel ukuran butir material sedimen, menunjukkan kelas-kelas ukuran butir
wentworth, ekuivalen dengan phi (ɸ) dan nomor sieve Sieve Standar U.S
berhubungan dengan ukuran phi (ɸ) dan millimeter.
Catatan
: nilai phi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-)
Ukuran
butir material sedimen dapat diukur dengan beberapa metode. Pemilihan metode
didasarkan pada tujuan studi yang hendak dilakukan, jangkauan ukuran butir yang
akan diukur dan derajat konsolidasi sedimen atau batuan sedimen. Partikel yang
berukuran besar (kerakal, berakal, bongkah) baik material lepas atau batuan
sedimen dapat diukur manual dengan menggunakan sebuah caliper. Ukuran butir
biasanya dinyatakan dengan dimensi panjang atau dimensi intermediet sebuah
partikel.
Butiran hingga ukuran lanau yang
merupakan material lepas atau batuan sedimen biasanya diukur dengan sieve.
Nomor sieve dari Sieve Standar U.S yang sesuai digunakan dengan ukuran butir
dalam mm dan ukuran phi (Tabel 2.1). Metode sieve mengukur partikel berukuran
sedang. Material berukuran butiran hingga lanau juga dapat diukur dengan
menggunakan metode sedimentasi yang didasarkan pada kecepatan pengendapan
partikel. Dalam metode ini, butiran dibiarkan turun sesuai dengan kolom air
pada temperatur tertentu pada tabung pengendapan dan dihitung waktu yang
dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap. Waktu pengendapan partikel memiliki
hubungan empiris pada kurva distribusi ukuran standar (kurva kalibrasi) untuk memperoleh
hasil yang setara dengan ukuran butir (mm) dan nilai phi. Kecepatan pengendapan
partikel diakibatkan oleh bentuk partikel. Partikel yang berbentuk bola lebih
cepat mengendap dibandingkan dengan yang tidak berbentuk bola dalam massa yang
sama. Oleh karena itu, menentukan ukuran butir secara alami, partikel yang
tidak berbentuk bola dengan metode sedimentasi bisa saja tidak memberikan hasil
yang persis sama dengan metode sieve.
Partikel berukuran lanau halus dan
lempung dapat ditentukan dengan metode sedimentasi dengan menggunakan hukum
Stokes. Jika kecepatan pengendapan partikel dapat diukur pada temperature
tertentu, diameter partikel dapat dihitung dengan hitungan matematika sederhana
:
Dimana D adalah diameter partikel
dalam cm, V adalah kecepatan pengendapan partikel, dan C adalah konstanta
tergantung dengan berat jenis partikel serta berat jenis dan viskositas fluida
(biasanya air).
Metode sedimentasi standar untuk
mengukur partikel sedimen berukuran kecil dengan menggunakan analisis pipet. Untuk
melakukan analisis pipet partikel sedimen berukuran halus diaduk hingga
membentuk suspense dalam volume air yang telah diukur dalam sebuah tabung
pengendapan. Material sedimen yang berukuran seragam dalam suspense akan
tertarik ke pipet pada waktu tertentu dan pada kedalaman tertentu, kemudian
diuapkan untuk dikeringkan dalam oven dan setelah itu ditimbang.
Analisis pipet memberikan hasil yang
sama dengan hasil analisis tabung pengendapan sedimen untuk material sedimen
yang berukuran lebih kasar sulit dilakukan. Untuk menyederhanakan prosedur ini,
tabung pengendapan dengan perekam otomatis dan penyeimbang sedimentasi
dikembangkan untuk mempercepat penentuan material sedimen berukuran pasir dan
lempung. Kebanyakan tabung pengendapan dengan perekam otomatis, biasanya
disebut analisator cepat material sedimen,
fungsinya yaitu mengukur
perubahan waktu dalam berat sedimen yang tersisa pada material sedimen
berukuran pan (<256 mm) dalam sebuah kolom air pada tabung pengendapan atau
mengukur perubahan tekanan dalam kolom air sebagai endapan sedimen di luar
kolom. Selain itu ukuran butir juga dapat ditentukan dengan membandingkan kurva
berat atau tekanan dengan waktu terhadap kurva kalibrasi.
Tabung pengendapan otomatis ini
adalah photohydrometer, yang mana digunakan untuk mengukur intensitas arah
sinar yang melewati sebuah kolom pengendapan sedimen. Sebagai endapan sedimen
yang telah keluar dari suspensi, sinar lebih sedikit dipantulkan oleh partikel
yang lebih halus dan intensitas cahaya meningkat. Intensitas cahaya diukur pada
saat sebelum ditentukan dapat dihubungkan secara empiris dengan kecepatan
pengendapan partikel dan dengan demikian itulah ukuran partikelnya.
Ukuran butir partikel kecil dapat
juga dihitung dengan alat penghitung partikel elektrik yang disebut Coulter
counter. Coulter counter awalnya dikembangkan untuk menghitung sel darah,
tetapi juga bisa diaplikasikan untuk menghitung ukuran partikel yang berukuran
0,5 mikron sampai 1,0 mm. Analisis ukuran dengan Coulter counter didasarkan
pada prinsip bahwa sebuah partikel melewati sebuah zona elektrik yang
dihasilkan dari larutan elektrolit, yang mana partikel terdispersi dengan
ion-ion yang cocok. Perubahan ini terskala dan terhitung sebagai getaran
(volt). Besar setiap getaran bernilai sesuai dengan volume partikel, dan jumlah
getaran merupakan fungsi konsentrasi partikel, dengan menghitung jumlah getaran
dari beragam besaran, persen volume pertikel yang berbeda ukuran dapat
ditentukan.
Ukuran butir partikel material lepas
sedimen dapat diukur dengan menggunakan analisis sieve atau analisis
sedimentasi. Ukuran dan pemilahan
partikel berukuran pasir dan lanau dapat diperkirakan dengan menggunakan
pantulan cahaya mikroskop binokuler dalam sayatan tipis sebuah batuan dengan
menggunakan mikroskop petrografi dan disesuaikan dengan micrometer okuler.
Partikel berukuran lanau halus dan lempung dalam batuan sedimen dapat
dipelajari dengan menggunakan mikroskop electron.
Tabel 2.2. Metode pengukuran ukuran butir material sedimen
Metode pengukuran ukuran butir diuraikan
secara umum dengan jumlah data yang banyak yang mana harus dikurangi dengan
mempersingkatnya sebelum digunakan. Tabel data menunjukkan berat butiran pada
berbagai kelas butiran yang harus disederhanakan menjadi rata-rata populasi
butiran sebagai rata-rata ukuran butir dan pemilahan. Antara data grafik dan
matematis menggunakan metode pengurangan yang umum digunakan. Grafik mudah
untuk dibuat dan menyediakan gambaran dari distribusi ukuran butir. Di sisi
lain, metode matematis, merupakan data awal grafik, hasil parameter statistik
ukuran butir yang dapat digunakan untuk mempelajari lingkungan pengendapan.
Gambar 2.1 Data ukuran butir analisis sieve
Gambar disamping menunjukkan jenis
data ukuran butir yang dihasilkan dari analisis sieve. Berat kasar (Raw weight)
merupakan konversi pertama ke persen berat individu dengan membagi berat
disetiap kelas dari berat total. Berat persen kumulatif (Cumulative weight
percent) bisa dihitung dengan menambah berat dari kelas ukuran butir dengan total
kela-kelas ukuran butir sebelumnya.
Gambar 2.2 Persen berat individual
Gambar disamping menunjukkan
bagaiman persen berat individual dapat di plot sebagai fungsi dari ukuran butir
menghasilkan sesbuah histogram ukuran butir, yang merupakan sebuah bar diagram
yang mana ukuran butir di plot sepanjanng sumbu absis pada grafik dan persen
berat individual sepanjang sumbu ordinat. Histogram merupakan cara yang cepat
untuk mengetahui distribusi ukuran butir, berdasarkan rata-rata ukuran butir dan
pemilahan dapat diketahui dengan melihat sekilas. Pada gambar disamping juga
ditunjukkan kurva frekuensi yang merupakan inti dari histogram yang berupa
garis halus yang menghubungkan titik tengah bar-bar pada grafik yang
menunjukkan perkiraan bentuk kurva frekuensi.
Gambar 2.3 Kurva kumulatif ukuran butir
Gambar disamping merupakan kurva
kumulatif ukuran butir yang secara umum yang di plot berdasarkan ukuran butir
dan persen berat kumulatif. Kurva kumulatif lebih berguna untuk memplot ukuran
butir. Meskipun tidak memberikan gambar yang mewakili distribusi ukuran butir
seperti histogram pada kurva frekuensi, bentuk sebenarnya pada interval sieve.
Nilai phi diplot pada ordinat aritmatik, kurva kumulatif menunjukkan bentuk pertikel
sedimen. Kemiringan bagian tengah dari kurva mencerminkan pemilahan pada
sampel. Kemiringan yang sangat curam mengindikasikan pemilahan yang baikdan
kemiringan yang landai menunjukkan pemilahan yang buruk.
Gambar 2.4 Kurva kumulatif yang dihasilkan
dari parameter statistik
Kurva kumulatif dihasilkan dari
beberapa parameter statistik, sebuah kurva kumulatif juga dapat diplot pada
skala ordinat aritmatik atau pada sebuah kertas gafik semilog yang mana ordinat
aritmatik digantikan dengan ordinat semilog, seperti gambar disamping. Bentuk
kurva cenderung ke arah garis lurus, jika populasi memiliki distribusi yang
normal.
Gambar-gambar diatas bukanlah jenis
sedimen yang terdistribusi normal. Kebanyakan endapan alami tidak memiliki
distribusi yang normal yang ada hanya mendekati distribusi normal.
Secara
metematis terdapat tiga pengukuran rata-rata ukuran butir yang umum digunakan,
yaitu :
1. Modus, yang merupakan frekuensi
ukuran partikel yang paling sering muncul pada populasi butiran. Diameter ukuran
butir ditunjukkan oleh titik yang paling tajam (titik potong) pada kurva
kumulatif. Material lepas klastik dan batuan sedimen cenderung memiliki sebuah
ukuran, tetapi beberapa material ada yang memiliki dua ukuran yaitu kasar pada
akhir kurva dan satunya lagi ukuran halus, bahkan ada beberapa material
memiliki banyak bentuk.
2. Median, yang merupakan ukuran titik
tengah distribusi ukuran butir. Setengah berat dari butiran lebih besar dari
pada ukuran median dan setengahnya lebih kecil. Median bernilai sekitar
diameter presentil ke 50 pada kurva kumulatif (gambar 5).
3. Rata-rata (Mean), yang merupakan
rata-rata ukuran aritmatik semua partikel. Sebenarnya mean tidak dapat dihitung
karena kita tidak menghitung total jumlah butiran atau menghitung setiap
butiran, dan hanya yang paling mendekati dengan mendapatkan nilai presentil
4. dari kurva kumulatif dan menghitung nilai rata-ratanya.
Gambar 2.5 : Metode menghitung nilai presentil
dari kurva kumulatif.
Sortasi
Keseragaman atau Sortasi dapat
menunjukkan batas ukuran butir atau keanekaragaman ukuran butir, tipe dan
karakteristik serta lamanya waktu sedimentasi dari suatu populasi sedimen
(Folk, 1968). Menurut Friedman dan Sanders (1978), sortasi atau pemilahan
adalah penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata. Sortasi
dikatakan baik jika batuan sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap
ukuran butir rata-rata pendek. Sebaliknya apabila sedimen mempunyai penyebaran
ukuran butir terhadap rata-rata ukuran butir panjang disebut sortasi jelek.
Sortasi dihitung dengan menggunakan jangkauan ukuran butir dan luasnya sebaran
disekitar ukuran rata-rata.
Gambar
6: Sortasi ukuran butir material sedimen dengan derajat yang berbeda-beda.
(From Anstey, R.L. Chase, 1974, Environment through time : Burgess, Minneapolis,
Minn. Fig. 1.2, p. 2, reprinted by permission of Burgess Publishing Co.)
Sortasi dihitung dengan standar
deviasi. Dalam statistik konvensional, satu standar deviasi mencakup 68 persen
pada area pusat pada kurva frekuensi.
Gambar 7: Kurva frekuensi distribusi
normal, menunjukkan hubungan antara standar deviasi dan mean (rata-rata). Satu
standar deviasi (1) disetiap
sisinya rata-rata bernilai 68 persen pada area dibawah kurva frekeunsi. (After
Friedman, G. M., and J.E. Sanders, Principle of sedimentology. © 1978 by John
Wiley & Sons, Inc. Fig. 3.12, p.70, reprinted by permission of John Wiley
& Sons, Inc., New York.)
Rumus untuk menghitung standar
deviasi dengan metode statistik ditunjukkan dalam tabel 3.
Perlu diperhatikan untuk menghitung
standar deviasi dengan rumus ini maka standar deviasi dinyatakan dengan nilai
phi () dan disebut juga standar deviasi
phi.
Tabel 4 : Tabel Standar Deviasi
Seperti disebutkan diatas bahwa
pupulasi material sedimen tidak memiliki distribusi ukuran butir yang normal,
malahan menunjukkan derajat ketidaksimetrisan atau skewness. Modus, mean
(rata-rata) dan median pada populasi skew ukuran butir semuanya berbeda,
seperti diilustrasikan pada gambar dibawah ini :
Gambar 8: Ilustrasi kurva frekuensi
modus, median dan mean (rata-rata) dan perbedaan antara kurva frekuensi normal
dan kurva asimetri (skew). (After Friedman G. M., and J.E. Sanders, Principle
of sedimentology. © 1978 by John Wiley & Sons, Inc. Fig. 3.18, p.75,
reprinted by permission of John Wiley & Sons, Inc., New York.)
Gambar A menunjukkan kurva frekuensi
normal. Gambar B menunjukkan skewness positif atau fine skewed, yang senilai
dengan phi positif. Skewness mencerminkan sortasi ukuran butir pada bagian
ujung belakang kurva berada pada partikel yang halus. Gambar C menunjukkan
skewness negative atau coarse skewed, yang senilai dengan phi negative.
Skewness mencerminkan ukuran butir pada ujung bagian depan kurva berada pada
partikel yang kasar.
Tabel 5 : Tabel Skewness
Nilai kurtosis berhubungan
antara penyebaran dan normalitas distribusi. Perhitungan dari kurtosis
merupakan perbandingan antara ekor kurva dengan puncak kelengkungannya.
Tabel 6 : Tabel Kurtosis
Kurva frekuensi ukuran butir dapat
menunjukkan variasi dari puncak-puncak yang bebeda. Derajat puncak-puncak kurva
frekuensi disebut kurtosis. Meskipun kurtosis dapat dihitung, tapi secara
signifikan tidak dapat diketahui serta menampakkan jumlah yang sedikit dari
interpretasi ukuran butir.
2.2.2 Fasies Sedimen
Fasies merupakan suatu tubuh batuan
yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur
sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari
tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke
dalam facies association dimana
fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini
memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut
atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan
pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi
tubuhnya (Walker dan James, 1992).
Menurut Slley (1985), fasies sedimen
adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan
batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan
pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan
batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa
lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises
sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1.
Geometri :
a) regional dan lokal dari seismik (misal :
progradasi, regresi, reef dan chanel)
b) intra-reservoir dari wireline log
(ketebalan dan distribusi reservoir)
2.
Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi
dengan log sumur (GR dan SP)
3.
Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4.
Struktur sedimen : dari core
Model Fasies
(Facies Model)
Model fasies adalah miniatur umum
dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem
pengendapan yang khusus (Walker , 1992).
Model fasies dapat diiterpretasikan
sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram blok atau grafik dan kesamaan.
Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran yang bertujuan untuk
membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan. model fasies
memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari
interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies
merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan, dan
menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak.
Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya
adalah :
a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga
dimensi, dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework
b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan
deposisi oleh waktu .
c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear
multiple, analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model
berfungsi untuk mengetahui beberapa parameter lingkungan pengendapan atau
memprediksi respon dari suatu elemen dengan elemen lain dalam sebuah
proses-respon model.
Facies
Sequence
Suatu unit yang secara relatif
conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara genetik berhubungan. Fasies
ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu
sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau
lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional
(sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan
sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1. membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2. terbentuk secara relatif sangat cepat
(<10.000 tahun).
3. mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4. selaras yang berurutan dalam
chronostratigrafi.
5. batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri
coarsening up ward.
Asosiasi
Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972),
mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang
memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi tertentu yang
berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada
saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau
lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan
kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses
dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan
fasies digunakan untuk mendefinisikan lingkungan sedimen tertentu. Sebagai
contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile lingkungan dapat
dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat
fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas. Litologi sedimen ini
menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream berenergi tinggi.
a. Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit
didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi energi braided stream
yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial. Trace fosil yang
hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali
organisme tidak dapat bertahan.
b. Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan
yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang terganggu oleh lensa dari FA1
sedimen. Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir dengan
baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit
"bedded sandsheets"- lapisan batu pasit yang membentuk lithology
dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 °),
lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7 inci) tebal,
kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus di sini
adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi
mereka sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat
berisi fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang
mungkin terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting
mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa,
alih-alih acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan pada
peristiwa-peristiwa tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan
mengubah aliran kursus.
c. Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan
peningkatan pasokan bahan clastic terwakili dalam rekor sedimen tdk halus,
diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padi-padian terbesar di bagian bawah unit,
menjadi semakin halus ke arah atas), berkerikil palung lintas-unit tempat tidur
hingga empat meter tebal. Jejak fosil langka. Sheet-seperti sungai dikepang
disimpulkan sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini.
d. Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul
untuk mencerminkan sebuah lingkungan di pinggiran laut. Fining-up yang diamati
pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7 kaki) skala, dengan salib melalui
seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shales batu pasir dan
hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos -
sebuah fosil biasanya ditemukan di lingkungan laut.
Hubungan
Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pada semua tempat di
darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia yang berlaku
dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu
suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai
contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan
mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel.
Ketika sungai banjir, air
menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah limpah banjir
(floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis.
Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian
batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat
yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar
channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan
batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah.
Dalam deskripsi batuan sedimen ke
dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering digunakan. Satu fasies
batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang mencerminkan kondisi
terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen
melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen
dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan.
Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan
dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan
floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang
terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta,
lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk
bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan.
Fasies pengendapan batuan sedimen
dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi.
Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :
1. Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan
biologi yang menunjukkan sifat khas dari setting pengendapan [Gould, 1972].
2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang
tertimbun [Krumbein dan Sloss, 1963].
3. Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi
fisika, kimia, dan biologi dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
4. Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan
biologi scara eksternal dan mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan
untuk membentuk pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].
Tiap lingkungan sedimen memiliki
karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan biologi dalam fungsinya untuk
menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur khusus, struktur,
dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies
sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh
litologi, struktur, dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan.
Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu
pengendapan pada lingkungan.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Metode
Penelitian
Adapun
metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu terdiri metode lapangan
dan metode laboratorium. Adapun uraiannya sebagai berikut:
·
Lapangan
Metode pengambilan sampel (sampling) yang digunakan di
lapangan yaitu dengan melakukan tes spit berukuran 2x2 m, yang kemudian di
lakukan pengambilan data-data seperti pengukuran tebal lapisan, deskripsi
litologi, sketsa dan pengambil sampel.
·
Laboratorium
Metode yang digunakan dalam laboratorium yaitu metode
pengolahan sampel berupa pengeringan sampai pengayakan dan terakhir
penimbangan. Di mana pengeringan untuk memudahkan pengayakan, dan pengayakan
untuk memisahkan ukuran butir yang sama dimana untuk mengetahui berat
·
Pengolahan
Data
Data yang telah didapatkan di laboratoriun selanjutnya
diolah untuk menentukan mean, modus, median, kemudian menggunakan kurva semilog
dan perhitungan-perhitungan lainnya. Dari hasil pengolahan data-data inilah
kemudian dapat diketahui rata-rata ukuran butir dan persentase tiap lapisan.
Dari semua data yang diolah tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan yang
berkaitan dengan ukuran butir, kaitannya dengan prosesnya sampai fasiesnya.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun
daftar alat dan bahan yang digunakan selama praktikum ini berlangsung
diantaranya :
1. Peralatan
Kelompok
·
Palu geologi
·
Kompas geologi
·
Camera digital
2. Peralatan
Individu
·
Kantung sample
·
Papan clipboard
·
Buku lapangan
·
Kertas A4
·
Kertas kalkir
·
Spidol
·
Alat tulis
·
Pita meter
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum kali ini yaitu
:Pertama, siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum kali ini,
khususnya untuk sampel pasir agar diusahakan kering agar lebih mudah untuk
diayak. Jika masih belum kering sempurna maka digunakan alat pemanas untuk
memanaskan pasir tersebut. Selanjutnya pasir tersebut ditimbang di atas
timbangan dengan menggunakan gelas atau cawan ukur untuk mengetahui berat awal
sampel sebelum di saring. Kemudian sampel di masukkan ke dalam alat penyaring
yang telah disiapkan dan di ayak atau digoyangkan selama 10 menit. Setelah
diayak sampel dipisahkan sesuai dengan meshya kemudian ditimbang satu-persatu.
Setelah melakukan analisa data laboratorium kemudian
dilanjutkan dengan pengolahan data, yaitu menetukan berat komulatif, nilai
mean, modus dan median. Dan yang terakhir yaitu menetukan fasies sedimentasi.
BAB
V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil
setelah melakukan praktikum dan melakukan pengolahan data ialah :
1. Pada daerah penelitian di dapatkan
material sedimen berupa pasir yang berukuran pasir halus - sangat kasar .
2. Skewness menunjukkan penyebaran atau
distribusi dimana semakin positif (fine skewed) maka material sedimen yang
terendapkan cenderung lebih banyak material berukuran halus. Semakin negatif
skewness (coarse skewed) maka material sedimen yang terendapkan cenderung
berukuran kasar.
3. Kurtosis menunjukkan semakin datar
suatu kurva maka semakin material sedimen tidak terdistribusi normal dan
semakin lengkung suatu kurva maka semakin materisl sedimen terdistribusi
normal.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan
yaitu ;
1. Dalam pengambilan sampel dilapangan sebaiknya
benar-benar memperhatikan cara menyampling karena jika tidak maka setiap
lapisan akan terkontaminasi, sehingga data yang dihasilkan tidak akurat.
2. Dalam praktikum sebaiknya
disesuaikan jadwal praktikum karena sampel yang dianalisis cukup banyak
sedangkan alat penggetar yang digunakan hanya satu.
DAFTAR
PUSTAKA
Jr, Sam Boggs.1987.Principle
Sedimentology and Stratigrafi.Colombus:Merrill Publishing Company.
Mual Maul.2012.http://Wingman
Arrows.html.Bab 3 Tekstur Sedimen.diakses pada tanggal 6 Mei 2014.pukul 23.10
WITA.
Salamba, Daud Rani.2013.http://God of
Geology.html.Praktikum Sedimentologi Analisa Ukuran Butir.diakses pada tanggal
6 Mei 2014.pukul 08.54 WITA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar