Jumat, 08 Februari 2019

Stratigrafi Daerah Penelitian

BAB III
STRATIGRAFI
3.1 Stratigrafi Regional
Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur, maka pada lembar ini terdapat dua mandala (terrane) geologi  sangat berbeda yang sering bersentuhan, yaitu mandala Sulawesi Timur dan Anjungan Tukang Besi-Buton. Mandala Sulawesi Timur dicirikan oleh gabungan batuan ultramafik, mafik dan malih, sedangkan Anjungan Tukang Besi-Buton dicirikan oleh oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua yang beralaskan batuan malihan.Pada Mandala Sulawesi Timur, batun tertua adalah batuan ultramafik yang merupakan batuan alas yang terdiri dari peridotit, diorite, harzburgit, serpentinit, wehrlit, gabro, basal, dan mafik malih serta magnetit. Batuan ini bersama batuan penutupnya yaitu sedimen pelagos diberi nama lajur Ofiolit Sulawesi Timur, batuan ini diperkirakan berumur Kapur. Batuan malihan yang disebut Komplek Pompangeo dikuasai oleh berbagai jenis sekis dan sedimen malih.Selain itu terdapat serpentinit dan sekis glaukofan. Batuan ini diperkirakn terbentuk dalam lajur Benioff  pada akhir Kapur Awal hingga Paleogen (Simanjuntak, 1980, 1986). Hubungan antara ultramafik dengan batuan malihan Komplek Pompangeo adalah sentuhan tektonik.
Anjungan Tukang Besi-Buton dilembar ini dicirikan oleh batuan malihan berumur Permo-Karbon sebagai batuan alasnya. Batuan penyusunnya berupa sekis mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika-amfibol, sekis grafit dan genes.
Di atas batuan batuan malihan ini secara takselaras menindih batuan sedimen klastika, yaitu Formasi Meluhu dan sedimen karbonat Formasi Laonti.Keduanya diperkirakan berumur Trias Akhir hingga Jura Awal.
Pada Neogen takselaras di atas kedua Mandala yang saling bersentuhan itu, diendapkan kelompok Molasa Sulawesi. Batuan jenis Molasa yang tertua adalah Formasi Langkowala yang diperkirakan berumur akhir Miosen Tengah. Formasi ini terdiri dari batupasir dan konglomerat.Formasi Langkowala mempunyai Anggota Konglomerat yang keduanya berhubungan menjemari. Diatasnya menindih secara selaras batuan berumur Miosen Akhir hingga Pliosen yang terdiri dari Formasi Eemiko dibentuk oleh batugamping koral, kalkarenit, batupasir gampingan dan napal. Formasi Boepinang terdiri atas batulempung pasiran, napal pasiran dan batupasir.Secara takselaras kedua formasi ini tertindih oleh Formasi Alangga dan Formasi Buara yang saling menjemari.Formasi Alangga berumur Pliosen, terbentuk oleh konglomerat dan batupasir yang belum padat.Formasi Buara dibangun oleh terumbu koral, setempat terdapat lensa konglomerat dan batupasir yang belum padat.Formasi ini masih memperlihatkan hubungan yang menerus dengan pertumbuhan terumbu pada pantai yang berumur Resen.Batuan termuda pada daerah ini adalah endapan sungai, rawa dan kolovium.

3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Pembagian dan penamaan satuan batuan di daerah penelitian berdasarkan litostratigrafi tidak resmi, dengan mengacu pada ciri fisik batuan yang diamati di lapangan, dominasi batuan, keseragaman ciri batuan, posisi stratigrafi dan hubungan antara satu batuan dengan batuan yang lain serta dapat dipetakan pada dasar skala    1 : 25000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka daerah penelitian dibagi menjadi 5 (lima) satuan batuan, dari yang termuda hingga yang tertua yaitu :
1. Satuan konglomerat
2. Satuan marmer
3. Satuan sekis muskovit
4. Satuan peridotit
Uraian tiap-tiap satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian dimulai dari satuan tertua sampai yang termuda yang meliputi luas dan daerah sebaran, ciri fisik dan kenampakan petrografis, hubungan dengan stratigrafi dengan batuan lainnya, ketebalan, lingkungan pengendapan dan umur.
3.2.1 Satuan Peridotit Serpentinit
Pembahasan tentang satuan Peridotit Serpentinit daerah penelitian meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, umur, lingkungan pembentukan serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya.
3.2.1.1 Dasar Penamaan
Dasar penamaan satuan Peridotit Serpentinit berdasarkan atas ciri fisik litologi dan batuan yang dominan menyusun satuan batuan ini secara lateral serta dapat terpetakan dalam sekala peta 1: 25.000. Batuan yang menyusun satuan ini yaitu Peridotit.
Penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis (petrografis). Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku (Travis,1955). Adapun analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik. Pengamatan secara petrografis ini menggunakan klasifikasi batuan beku  (Travis ,1955)

3.2.1.2 Peyebaran dan Ketebalan
Satuan peridotit menempati sekitar 62,03 % dari keseluruhan luas daerah penelitian atau sekitar 33,35 km2.Penyebaran satuan ini menempati daerah Utara Timurlaut memanjang hingga ke Selatan Baratdaya di daerah Tedubara, Lamonggi, daerah penelitian.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan pada penampang geologi A - B, diperoleh ketebalan satuan ini adalah ±900 m.

3.2.1.3 Ciri Litologi
Secara megaskopis, peridotit pada stasiun 3, lapuk berwarna coklat kehitaman, segar berwarna hijau kehitaman, tekstur faneritik, komposisi mineral, piroksin, olivin, dan serpentin, struktur massiv (foto 3.1). Berdasarkan ciri fisiknya batuan bernama Peridotit Serpentinit (Travis, 1955).











Secara mikroskopis berdasarkan hasil pengamatan petrografi pada sayatan A1 dan A2, Sayatan batuan beku berwarna coklat pada nikol sejajar, abu – abu terang pada nikol silang, tekstur faneritik, kristalinitas hipokristalin, granularitas faneritik ; faneroporpiritik, relasi inequigranular, bentuk mineral anhedral-subhedral.ukuran mineral 0,2 - 1 mm, Komposisi mineral terdiri atas.olivin (45%), serpentin (15%) yang merupakan mineral ubahan dari olivin, piroksin (35%) dan opak (5%), nama batuan Peridotit Serpentinit (Travis, 1955) (foto 3.2)





3.2.1.4 Umur dan Lingkungan Pembentukan
Penentuan umur satuan ini didasarkan pada kesebandingan dengan satuan kompleks Ultramafik, salah satu penyusunnya adalah serpentinit dengan ciri fisik berwarna hijau kotor dan hitam kehijauan, keras tetapi rapuh dan mudah pecah.Tersusun oleh mineral serpentin, piroksin, olivine dan talkum, serta mineral bijih. Berdasarkan kesamaan beberapa ciri fisik berupa kesamaan beberapa mineral penyusun yaitu olivin, piroksin, serpentin dan mineral opak, maka satuan peridotit yang terdapat pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan serpentinit pada Batuan Ultramafik yang berumur Kapur Bawah
Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan posisi stratigrafinya, maka satuan Peridotit pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan serpentinit yang merupakan anggota dari Kompleks ultramafik yang terbentuk pada kerak samudra.
3.2.1.5 Hubungan Satuan Batuan
Hubungan satuan Peridotit dengan satuan batuan yang lebih tua tidak diketahui, karena tidak masuk didalam daerah penelitian, sedangkan hubungan satuan batuan yang lebih muda yaitu Sekis adalah bersentuhan struktural dan Konglomerat adalah Ketidakselarasan.
3.2.2 Satuan Sekis Muskovit
Pembahasan tentang satuan Sekis Muskovit daerah penelitian meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, umur, lingkungan pembentukan serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya.
3.2.2.1 Dasar Penamaan
Dasar penamaan satuan Sekis Muskovit berdasarkan atas ciri fisik litologi dan batuan yang dominan menyusun satuan batuan ini secara lateral serta dapat terpetakan dalam sekala peta 1: 25.000. Batuan yang menyusun satuan ini yaitu Sekis Muskovit
Penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis (petrografis). Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan metamorf (Travis,1955). Adapun analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik. Pengamatan secara petrografis ini menggunakan klasifikasi batuan metamorf  (Travis ,1955)
3.2.2.2 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Sekis menempati sekitar 21,4% dari luas keseluruhan daerah penelitian yaitu dengan luas sekitar 11,6 Km2. Penyebaran satuan ini berada di bagian tenggara lokasi penelitian meliputi daerah Tedubara. Secara umum foliasi batuan berarah relarif tenggara sampai barat laut dengan besarnya Dip antara 22 -75
Ketebalan pada dari satuan ini berdasarkan hasil dari perhitungan penampang geologi A ke B yaitu ±750 m


3.2.2.3 Ciri Litologi
Secara megaskopis, sekis muskovit memperlihatkan ciri fisik, segar berwarna abu-abu, lapuk berwarna cokelat, tekstur heteroblastik, komposisi mineral umumnya adalah muskovit dan sebagian kuarsa, struktur foliasi (sekistos), kedudukan bervariasi   N 3300E – N 750E dan dip 110 - 530 (foto 3.3).




Secara mikroskopis berdasarkan hasil pengamatan petrografi pada sayatan  batuan metamorf  berwarna orange kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar, dan Abu-abu kekuningan  pada nikol silang,  tekstur  lepidoblastik, struktur schistose., ukuran (0,05 - 1 mm) tekstur heteroblastik, komposisi mineral muskovit (49 %),, kuarsa (39 %),dan Mineral Opak (12%), struktur foliasi (schistose), nama batuan  Schist Muscovite (Travis, 1955) (foto 3.4)









3.2.2.4 Umur dan Lingkungan Pembentukan
Penentuan umur satuan ini didasarkan pada kesebandingan dengan formasi  Pompangeo, salah satu jenis sekis yang menyusun formasi ini adalah sekis mika dengan ciri fisik berwarna kelabu muda sampai tua, kalabu kehijauan, kelabu kecoklatan dan hitam bergaris-garis putih, keras, umumnya memperlihatkan pendauanan yang sebagian terlipat, pada umumnya bertekstur heteroblatik, terdiri atas mineral nematoblas, lepidoblas yang sebagian telah terlipat, berbutir halus – kasar. Mineral penyusun utamanya adalah kuarsa, hornblende, muskovit, feldsfar, glaukofan, yakut, kordierit, klorit, serisit, epidot, lawsonit, zeolit serta sedikit apatit, titanit dan oksida besi sebagai mineral ikutan.
Berdasarkan ciri tersebut diatas, terdapat kesamaan ciri fisik berupa kesamaan beberapa mineral penyusun seperti muskovit, kuarsa, biotit dan albit, maka satuan sekis muskovit pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan sekis yang terdapat pada Formasi Pompangeo dengan umur Kapur Atas-Paleosen.
Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan posisi stratigrafinya, maka satuan Sekis Muskovit pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan Sekis Mika yang terdapat pada formasi pompangeo yang terbentuk pada kerak samudra.
3.2.2.5 Hubungan Satuan Batuan
Hubungan satuan Sekis Muskovit dengan satuan batuan yang lebih tua yaitu Peridotit adalah Kontak Struktural, sedangkan hubungan stratigrafi dengan batuan yang lebih muda yaitu Konglomerat adalah Ketidakselarasan dan batuan yang seumur yaitu Marmer adalah selaras.

3.2.3 Satuan Marmer
Pembahasan tentang satuan Marmer daerah penelitian meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, umur, lingkungan pembentukan serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya.
3.2.3.1 Dasar Penamaan
Dasar penamaan satuan Marmer berdasarkan atas ciri fisik litologi dan batuan yang dominan menyusun satuan batuan ini secara lateral sertadapat terpetakan dalam sekala peta 1: 25.000. Batuan yang menyusun satuan ini yaitu Marmer
Penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis (petrografis). Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku (Travis,1955).Adapun analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik. Pengamatan secara petrografis ini menggunakan klasifikasi batuan beku  (Travis ,1955)
3.2.3.2 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Marmer menempati sekitar 9,4 % dari luas keseluruhan lokasi penelitian yaitu sekitar 5.1 Km2. . Penyebaran satuan ini berada di bagian selatan lokasi penelitian meliputi daerah Tedubara.Secara umum foliasi batuan berarah relarif barat daya samoai timur laut dengan besarnya Dip antara 15 – 43.
Ketebalan pada dari satuan ini nerdasarkan hasil dari perhitungan penampang geologi A ke B yaitu ±625 M
3.2.3.3 Ciri Litologi
Secara megaskopis, Marmer memperlihatkan ciri fisik yaitu segar berwarna abu-abu - kehitaman, lapuk berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur granobalstik, komposisi mineral kalsit dan kuarsa, struktur nonfoliasi (grabulos), kedudukan N 2500E – N 3220E dengan dip 150 - 460 (foto 3.5)


Secara mikroskopis berdasarkan hasil pengamatan petrografi pada sayatan C1 dan C2, Sayatan  batuan Metamorf berwarna orange pada kenampakan nikol sejajar dan berwarna abu-abu kemerahan pada kenampakan nikol silang. Tekstur mozaik tekstur, struktur unfoliasi. Komposisi mineral kalsit (97%), dan Mineral Opak (3%). ukuran 0.01 – 0.9 mm, tekstur granoblastik, komposisi, struktur nonfoliasi (granulos), nama batuan Marmer (Travis, 1955) (foto 3.6)








3.2.3.4 Umur dan Lingkungan Pembentukan
Penentuan umur satuan ini didasarkan pada kesebandingan dengan Formasi Pompangeo, terdapat Marmer dengan ciri fisik berwarna kelabu dan kehitaman, tekstur heteroblastik, mineralnya memperlihatkan pengarahan, dominan disusun oleh kalsit dan mineral lainnya berupa kuarsa, muskovit dan biotit,. Berdasarkan ciri tersebut, maka terdapat kesamaan ciri fisik yaitu kesamaan beberapa mineral penyusun berupa kalsit dan maka satuan Marmer pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan Marmer pada Formasi Pompangeo yang berumur   Kapur Akhir -  Paleosen.
Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan posisi stratigrafinya, maka satuan Marmer pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan Marmer yang terdapat pada formasi Pompangeo yang terbentuk pada lingkungan laut dalam dan berumur Kapur Akhir – paleosen.
3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi satuan Marmer dengan satuan batuan yang lebih tua yaitu Peridotit adalah selaras, sedangkan hubungan stratigrafi dengan batuan yang seumur yaitu Sekis Muskovit adalah selaras
3.2.4 Satuan Konglomerat
Pembahasan tentang satuan Konglomerat daerah penelitian meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, umur, lingkungan pembentukan serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya.
3.2.4.1 Dasar Penamaan
Dasar penamaan satuan Konglomerat berdasarkan atas ciri fisik litologi dan batuan yang dominan menyusun satuan batuan ini secara lateral sertadapat terpetakan dalam sekala peta 1: 25.000. Batuan yang menyusun satuan ini yaitu Marmer
Penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis (petrografis). Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan sedimen (Wenworth 1922).Adapun analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik. Pengamatan secara petrografis ini menggunakan klasifikasi batuan beku  (Travis ,1955)
3.2.4.2 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Konlomerat menempati sekitar 8,5 % dari luas keseluruhan lokasi penelitian yaitu sekitar 4,5 Km2. . Penyebaran satuan ini berada di bagian timur laut lokasi penelitian meliputi daerah Tedubara.
Ketebalan pada dari satuan ini nerdasarkan hasil dari perhitungan penampang geologi A ke B yaitu ±25 M
3.2.4.3 Ciri Litologi
Secara megaskopis konglomerat memperlihatkan ciri fisik yaitu  lapuk berwarna hitam, segar berwarna coklat muda - abu-abu kehitaman, bentuk rounded – subronded, tidak terkonsolidasi dengan baik, tekstur klastik, ukuran butir 2 - 500 mm, sortasi jelek, kemas terbuka, umum tersusun oleh peridotit, sekis, dan marmer, matrik batupasir yang berasal dari peridotit, tersemenkan oleh silika.(foto 3.7)








Secara mikroskopis berdasarkan hasil pengamatan petrografi fragmen peridotit,memperlihatkan warna coklat pada nikol sejajar, abu – abu terang pada nikol silang, tekstur faneritik, kristalinitas hipokristalin, granularitas faneritik ; faneroporpiritik, relasi inequigranular, bentuk mineral anhedral-subhedral.   komposisi mineral terdiri atas Piroksin (35 %), Olivin (45 %). Serpentin (18 %), dan Mineral opak. (2 %), ukuran 0,5 - 1,5 mm), nama batuan Peridotit Serpentinit (Travis, 1955) (Foto 3.8)









Pengamatan petrografis fragmen sekis muskovit pada sayatan Q6, Memperlihatkan warna orange kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar, dan Abu-abu kekuningan  pada nikol silang,  tekstur  lepidoblastik, struktur schistose. Komposisi Mineral : Chlorit (3%), Muskovit (50%), Kuarsa (37%). Mineral opak (10%) (ukuran 0,01 - 0,08 mm), nama batuan Schist Muscovite (Travis, 1955) (foto 3.9)






3.2.4.4 Umur dan Lingkungan Pengemdapan
Penentuan umur satuan ini didasarkan pada kesebandingan dengan satuan konglomerat Pada Formasi Langkowala, salah satu penyusunnya adalah konglomerat dengan ciri fisik berwarna kelabu hingga kecoklatan, kemas terbuka, komponen pembentuk utama terdiri dari kuarsa susu, batuan ultramafik, batuan mafik dan batuan malihan, berukuran 0,5 hingga 3 cm di beberapa tempat mencapai ukuran bongkah, terpilah buruk, massa dasar berupa batupasir, tersusun oleh oksida besi, padat dan keras, batuan ini bisanya berbentuk lensa dan tidak berlapis.
Berdasarkan ciri fisik tersebut di atas, maka terdapat kesamaan beberapa ciri fisik dengan konglomerat pada daerah penelitian, sehingga satuan konglomerat pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan konglomerat yang terdapat pada Formasi Langkowala yang berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal (Simanjuntak, 1994).
Penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada semen yang umumnya bersifat silikaan dan setempat dijumpai bersifat karbonatan, sehingga lingkungan pengendapan satuan ini pada laut dangkal – darat. Hubungan stratigrafi dengan satuan diatas adalah kontak tak selaras.
3.2.4.5 Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi satuan Konglomerat dengan satuan batuan yang lebih tua yaitu Peridotit dan Sekis Muskovit adalah ketidakselarasan,


Rabu, 12 September 2018

Ghost Eleven

Ghost Eleven, ini merupakan nama angkatan geologi 2011 Universitas Hasanuddin dan saya termasuk yang berada di dalamnya.. "TETAP SATU KOMANDO DIBAWAH JENDRAL HMG FT UH KAWAND-KAWAND".

Selasa, 08 Maret 2016

Prinsip Geokimia Eksplorasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang 
Geokimia adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari komposisi- komposisi kimia bagian dari bumi misalnya pada lithosfer yang sebagian besar komposisi kimianya adalah silikat serta pada daerah stalaktit dan stalagmit banyak ditemukan CaCO3.
Eksplorasi atau prospeksi geokimia didefinisikan sebagai pengukuran sistematis terhadap satu atau lebih trace elements (unsur-unsur jejak) dalam batuan, soil, sedimen sungai, vegetasi, air atau gas dengan tujuan untuk menentukan anomali-anomali geokimia.
Sedangkan anomali geokimia adalah konsentrasi abnormal dari unsur-unsur tertentu yang sangat kontras dengan lingkungannya, yang dipercaya mengindikasikan hadirnya endapan mineral atau bijih. Pembentukan anomali ini dihasilkan oleh mobilitas dan dispersi unsur-unsur yang terkonsentrasi dalam zona-zona mineralisasi.
Dari definisi di atas diketahui bahwa salah satu bagian dari eksplorasi/prospeksi geokimia adalah metoda sedimen sungai (stream sediment survey), di mana pengukuran, analisis, dan interpretasi dilakukan berdasarkan sampel-sampel sedimen sungai yang diambil secara sistematis.

1
 
 


Konsentrasi-konsentrasi anomali dari unsur-unsur yang dideteksi dalam survei sedimen biasanya telah terpindahkan ke arah bawah (hilir), sehingga diperlukan metoda-metoda survei lain sebagai alternatif atau pelengkap, seperti metoda geokimia lainnya, geofisika, atau geologi tindak-lanjut. Sehubungan dengan hal tersebut, geokimia eksplorasi tidaklah secara langsung bertujuan untuk mencari mineralisasi, tetapi hanya mencari indikasi-indikasi (anomali) yang bisa dipakai sebagai acuan untuk menentukan daerah prospek mineralisasi. Olehnya itu bantuan dari data-data metoda survei lainnya sangat dibutuhkan, terutama data geologi.

1.2  Maksud dan Tujuan
            Maksud dan tujuan dari makalah ini untuk menjelaskan prinsip dasar geokimia eksplorasi.

BAB II
PRINSIP GEOKIMIA EKSPLORASI
2.1  Dispersi Geokimia
Dispersi geokimia adalah proses menyeluruh tentang transpor dan atau fraksinasi unsur-unsur. Dispersi dapat terjadi secara mekanis (contohnya pergerakan pasir di sungai) dan kimiawi (contohnya disolusi, difusi dan pengendapan dalam larutan).
2.2  Lingkungan Geokimia

Lingkungan geokimia primer adalah lingkungan di bawah zona pelapukan yang dicirikan oleh tekanan dan temperatur yang besar, sirkulasi fluida yang terbatas, dan oksigen bebas yang rendah. Sebaliknya, lingkungan geokimia sekunder adalah lingkungan pelapukan, erosi, dan sedimentasi, yang dicirikan oleh temperatur rendah, tekanan rendah, sirkulasi fluida bebas, dan melimpahnya O2, H2O dan CO2. Pola geokimia primer menjadi dasar dari survey batuan sedangkan pola geokimia sekunder merupakan target bagi survey tanah dan sedimen.

2.3  Mobilitas Unsur



 

3
 
Mobilitas unsur adalah kemudahan unsur bergerak dalam lingkungan geokimia tertentu. Beberapa unsur dalam proses dispersi dapat terpindahkan jauh dari asalnya, ini disebut mudah bergerak atau mobilitasnya besar, contohnya: unsur gas mulia seperti radon. Rn dipakai sebagai petunjuk dalam prospeksi endapan Uranium.

Mobilias unsur akan berbeda dalam lingkungan yang berbeda, contohnya: F bersifat sangat mobil dalam proses pembekuan magma (pembentukan batuan beku), cebakan pneumatolitik dan hidrotermal, namun akan sangat tidak mobil (stabil sekali) dalam proses metamorfose dan pembentukan tanah. Bila F masuk ke air akan menjadi sangat mobil kembali.

Unsur yang berbeda yang ditemukan dalam suatu endapan bisa memiliki mobilitas yang sangat berbeda, sehingga mungkin tidak memberikan anomali yang sama secara spasial. Misalnya: Pb dan Zn sangat sering terdapat bersama-sama (berasosiasi) di dalam endapan bijih (di dalam lingkungan siliko-alumina), sedangkan dalam lingkungan pelapukan Zn yang jauh lebih mobil daripada Pb akan mudah mengalami pelindian, sehingga Pb yang tertinggal akan memberikan anomali pada zona mineralisasinya.

2.4   Unsur Penunjuk

Unsur-unsur memperlihatkan mobilitas yang berbeda (dikontrol oleh perbedaan stabilitas dan oleh lingkungan tempat mereka bermigrasi) sering dilakukan penggunaan unsur penunjuk dalam prospeksi suatu unsur. Unsur penunjuk adalah suatu unsur yang jumlahnya atau pola penyebarannya dapat dipakai sebagai petunjuk adanya mineralisasi. Alasan penggunaan unsur penunjuk antara lain :

1. Unsur ekonomis yang diinginkan sulit dideteksi atau dianalisis

2. Unsur yang diinginkan deteksinya mahal

3. Unsur yang diinginkan tidak terdapat dalam materi yang diambil (akibat    perbedaan mobilitas)


BAB III
POLA DISPERSI GEOKIMIA
3.1   Pengertian
Joyce (1984) mendefinisikan dispersi geokimia sebagai proses total yang mencakup transportasi dan/atau fraksinasi dari unsur-unsur, sedangkan Rose et al (1979) mendefinisikannya sebagai proses di mana atom-atom dan partikel-partikel bergerak menuju ke lokasi atau lingkungan geokimia yang baru.
3.2   Jenis Dispersi
3.2.1     Jenis Dispersi Berdasarkan Prosesnya
Berdasarkan prosesnya Joyce (1984) dan Chaussier (1987) membagi dispersi menjadi dua jenis, yaitu :
A.    Dispersi Mekanik
Dispersi mekanik (contohnya pergerakan butiran-butiran pasir dalam sungai) . Metode yang menggunakan pola dispersi mekanis diterapkan pada mineral yang relatif stabil pada kondisi permukaan bumi (seperti: emas, platina, kasiterit, kromit, mineral tanah jarang). Cocok digunakan di daerah yang kondisi iklimnya membatasi pelapukan kimiawi.
B.     Dispersi Kimia


 

6
 
Dispersi kimia (contohnya dissolusi, difusi, dan presipitasi dalam larutan)  Pola ini dapat diperoleh baik pada endapan bijih yang tererosi ataupun yang tidak tererosi, baik yang lapuk ataupun yang tidak lapuk. Pola ini terlihat kurang seperti pada pola dispersi mekanis, karena unsur-unsurnya yang membentuk pola dispersi dapat :
a. Memiliki mineralogi yang berbeda pada endapan bijihnya (contohnya: serussit dan  anglesit terbentuk akibat pelapukan endapan galena)
b. Terdispersi dalam larutan (ion Cu2+ dalam airtanah berasal dari endapan kalkopirit)
c. Tersembunyi dalam mineral lain (contohnya Ni dalam serpentin dan empung yang berdekatan dengan sutu endapan pentlandit)
d. Teradsorbsi (contohnya Cu teradsosbsi pada lempung atau material organik pada aliran sungai isa dipasok oleh airtanah yang melewati endapan kalkopirit)
e. Bergabung dengan material organik (contohnya Cu dalam tumbuhan atau hewan)
3.2.2        Pola Dispersi berdasarkan hubungannya
Pola dispersi berdasarkan hubungannya dengan lingkungan geokimia, beberapa ahli seperti Levinson, 1974; Rose et al, 1979; Chaussier, 1987; dan A. Djunuddin, 1998 membagi dispersi ke dalam dua kelompok, yaitu :
A.    Dispersi primer
Dispersi primer adalah dispersi kimia yang terjadi di dalam kerak bumi, meliputi proses penempatan unsur-unsur selama pembentukan endapan bijih, tanpa memperhatikan bagaimana tubuh bijih terbentuk.

B.     Dispersi sekunder
Dispersi sekunder adalah dispersi kimia yang terjadi di permukaan bumi, meliputi pendistribusian kembali pola-pola dispersi primer oleh proses yang biasanya terjadi di permukaan, antara lain proses pelapukan, transportasi, dan pengendapan. Bahan terangkut pada proses sedimentasi dapat berupa partikel atau ion dan akhirnya diendapkan pada suatu tempat.
Mobilitas unsur sangat mempengaruhi dispersi. Unsur dengan mobilitas yang rendah cenderung berada dekat dengan tubuh bijihnya, sedangkan unsur-unsur dengan mobilitas tinggi cenderung relatif jauh dari tubuh bijihnya.

Proses dispersi tersebut selain dipengaruhi oleh tingkat mobilitas unsur yang terangkut, juga akan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan media dispersinya, antara lain tingkat keasaman, yang selalu berubah tergantung lingkungan geokimianya. Sebagai contoh air hujan bersifat agak asam, tanah penutup sebagian bumi tingkat keasamannya sedang, air yang mengalir (termasuk sungai) umumnya netral, dan air laut bersifat alkali (Joyce, 1984). Tingkat keasaman ini sangat penting untuk dipertimbangkan, karena di samping berhubungan dengan dispersi, juga berpengaruh terhadap tingkat mobilitas unsur. Untuk daerah-daerah di Indonesia yang beriklim tropis, berdasarkan hasil survei geokimia regional yang telah dilakukan oleh Departemen Pertambangan dan Energi berkerjasama dengan UNDP, umumnya sedimen sungai mempunyai tingkat keasaman yang netral, kecuali sungai-sungai yang melalui daerah batugamping (Johnson et al, 1986 dalam A. Djunuddin, 1998).

Selasa, 26 Januari 2016

Laporan Geofisika



BAB I
PENDAHULUAN


1.1        Latar Belakang
Bumi ini terdiri dari berbagai macam lapisan. Lapisan itu juga terdiri dari berbagai macam kandungan seperti batuan, mineral dan tanah. Batuan dan mineral yang ada di bumi memiliki sifat-sifat listrik seperti potensial listrik alami, konduktivitas listrik, dan konstanta dielektrik. Ada berbagai metode yang dilakukan untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan tanah. Salah satunya adalah metode geolistrik.
Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menduga kondisi dibawah permukaan tanah berdasarkan nilai resistivitasnya untuk dapat mengetahui kondisi batuan yang ada di dalam tanah tidak mungkin dilakukan pembongkaran tanah, karena akan menghancurkan lapisan tanah itu sendiri, maka dalam hal ini perlu diadakan penelitian. Penelitian metode geofisika diperlukan untuk  pendugaan geolistrik tahanan jenis atau resistivitas yang bisa menunjukkan respon lapisan batuan.
1.2        Maksud dan Tujuan
         Maksud dari diadakannya praktikum ini untuk membandingkan antara materi yang di dapatkan di bangku kuliah dengan praktikum yang dilakukan di lapangan.
         Adapun tujuan diadakannya praktikum ini untuk :
1)      Mengetahui dan memahami alat-alat yang digunakan dalam metode geolistrik.
2)      Mampu menggunakan alat geolistrik dalam pengambilan data di lapangan untuk pendugaan air tanah (underground water).
3)      Mampu dan memahami langkah-langkah pengolahan data dari hasil pengukuran menggunakan software Res2Dinv.
4)      Menentukan lapisan air tanah dari pengukuran menggunakan metode geolistrik.
1.3        Lokasi dan Waktu Kegiatan
         Lokasi praktikum ini terletak di sebelah barat gedung TNR Fakultas Teknik Universitas Hasannuddin dengan koordinat 0508'00,5".
Waktu kegiatan praktikum pendugaan geolistrik ini untuk kelompok 1 pada hari Rabu tanggal 30 April 2014 pukul 13.00-17.00 WITA.
1.4        Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum geolistrik ini ialah :
1.      Resistivitimeter untuk mengukur resistivitas batuan 1 unit.
2.      Elektroda /patok untuk menghantarkan arus pada batuan 6 buah.
3.      Kabel untuk menghantarkan arus dari sumber energi ke elektroda.
4.      Aki 12 volt 2 buah  sebagai sumber energy .
5.      Rol meter untuk mengukur jarak.
6.      Tabel pengukuran sebagai tempat pencatatan hasil pengukuran.
7.      Alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran.


BAB II
PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA

2.1     Metode Pendugaan Geolistrik
Metode geolistrik resistivitas (hambatan jenis) merupakan suatu metode pendugaan kondisi bawah permukaan bumi dengan memanfaatkan arus listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial yang dihasilkan diukur dengan menggunakan dua elektroda potensial. Hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu digunakan untuk menentukan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur (titik sounding).
Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian dari arus listrik yang diberikan pada lapisan tanah, menjalar ke dalam tanah pada kedalaman tertentu dan bertambah besar dengan bertambahnya jarak antar elektroda. Dalam pengukuran geolistrik resistivitas jika sepasang elektroda diperbesar, distribusi potensial pada permukaan bumi akan semakin membesar dengan nilai resistivitas yang bervariasi.
Berdasarkan tujuan pengukuran di lapangan, metode geolistrik dibagi menjadi dua, yaitu :
1)      Metode resistivitas jenis Sounding



Gambar 2.1 Perpindahan elektroda secara sounding
Metode ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis bawah permukaan ke arah vertikal yaitu dengan cara pada titik ukur tetap, jarak elektroda arus dan tegangan diubah-ubah sehingga semakin besar jarak antar elektroda maka akan tampak efek dari material yang lebih dalam, seperti yang ditunjukkan pada Gambar di atas
2)     



Metode resistivitas jenis Mapping
Gambar 2.2 Perpindahan elektroda secara mapping
Metode ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis bawah permukaan ke arah lateral atau horisontal yaitu dengan cara menggeser titik ukur secara horisontal dengan jarak elektroda dan tegangan tetap. Pada metode ini kedalaman yang tersurvey akan sama karena pergeserannya ke arah horisontal.
etode pendugaan kondisi bawah permukaan bumi dengan memanfaatkan arus listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian bedapotensial yangdihasilkan diukur dengan menggunakandua elektroda potensialHasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentudigunakan untuk menentukan variasi harga hambatan jenis masing-masinglapisan di bawah titik ukur (titik sounding ).Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian dariarus listrik yang diberikan pada lapisan tanah, menjalar ke dalam tanah padakedalaman tertentu dan bertambah besar dengan bertambahnya jarak antar elektroda. Dalam pengukuran geolistrik resistivitas jika sepasang elektrodadiperbesar, distribusi potensial pada permukaan bumi akan semakin membesar dengan nilai resistivitas yang bervariasi (Vingoe, 1972).Menurut Robinson (1988), terdapat beberapa asumsi dasar yang digunakandalam metode geolistrik resistivitas, yaitu.
1.     
7
 
Bawah permukaan tanah terdiri dari beberapa lapisan yang dibatasi oleh bidang batas horisontal serta terdapat kontras resistivitas antara bidang batas perlapisan tersebut.
2.      Tiap lapisan mempunyai ketebalan tertentu, kecuali untuk lapisanterbawah ketebalannya tak terhingga.
3.      Tiap lapisan dianggap bersifat homogen isotropik.
4.      Tidak ada sumber arus selain arus yang diinjeksikan di atas permukaan bumi.
5.      Arus listrik yang diinjeksikan adalah arus listrik searah.
            Metode ini lebih efektif jika digunakan  untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari 1000atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang engineering  geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air,  juga digunakan dalam eksplorasi geothermal. Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda potensial dan elektroda-elektroda arus, dikenal beberapa jenis metode resistivitas tahanan jenis yaitu antara lain :
1.      Metode schlumberger 




gambar 2.3 Konfigurasi Schlumberger

2.     



Metode Wenner 
gambar 2.4 Konfigurasi Wenner
            Berdasarkan pada harga resistivitas listriknya, suatu struktur bawah permukaan bumi dapat diketahui material penyusunnya, sehingga kita juga   dapat memahami tentang struktur lapisan tanah di bawah permukaan bumi yang tercemar olehlimbah cair yang mengandung senyawa organik dari berbagai jenis logam,seperti Mg, Zn, Al, Mn, senyawa nitrogen dan sianida. Resistivitas bumi berhubungan dengan jenis mineral, kandungan fluida dan derajat saturasi air dalam batuan. Metode yang biasa digunakan pada pengukuran resistivitassecaraumum, yaitu dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi denganmenggunakan dua elektroda arus (A dan B), dan pengukuran beda potensialdengan menggunakan dua elektroda potensial (M dan N) seperti yangdiperlihatkan pada Gambar 5
gambar 2.5 Pola aliran arus dan bidang ekipotensial
antara dua elektroda arus dengan polaritas berlawanan
            Beda potensial yang terjadi antara MN yang diakibatkan oleh injeksi arus pada AB:
            Lebar jarak AB menentukan jangkauan geolistrik ke dalam tanah. Ketika perbandingan jarak antar elektroda arus dengan elektroda potensial terlalu besar,elektroda potensial harus digeser, kalau tidak maka beda potensial yang terukur akan sangat kecil (Alile et al. 2007). Dari semua sifat fisika batuan dan mineral,resistivitas memperlihatkan variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, harga resistivitas berkisar antara 10-8 ohmmeter hingga 107 ohmmeter. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range resistivitas yang bervariasi pula.Sehingga range sensitivitas maksimum yang mungkin adalah dari 1.6 x 10-8 ohmmeter (perak asli) hingga 1016 ohmmeter (belerang murni).
            Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resitivitaskurang dari 10-8 ohmmeter, sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari107 ohmmeter. Dan di antara keduanya adalah bahan semikonduktor. SedangkanIsolator dicirikan oleh ik atan ionik, sehingga elektron-elektron valensi tidak  bebas bergerak. Kebanyakan mineral membentuk batuan penghantar listrik yangtidak baik walaupun beberapa logam asli dan grafit menghantarkan listrik.Resistivitas yang terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion bermuatan dalam pori pori fluida. 
            Air tanah secara umum berisi campuran terlarut yang dapat menambah kemampuannya untuk menghantarkan listrik, meskipun air tanah bukan konduktor listrik yang baik. Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan dalam Tabel 1 Nilai  tahananjenis batuan bergantungdari macam- macam materialnya, densitas, porositas, ukuran,dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu.
Tabel 2.1 Kisaran nilai resistivitas batuan (blaricom,1988)

 


            Asumsi yang selalu digunakan dalam metode geolistrik resistivitas adalah bumi bersifat homogen isotropis. Ketika arus diinjeksikan ke dalam bumi, pengaruhdalam bentuk beda potensial yang diamati secara tidak langsung adalah hambatan jenis suatu lapisan bumi tertentu. Namun nilai ini bukanlah nilaihambatan jenis yang sesungguhnya. Hambatan jenis ini merupakan besaran yangnilainya tergantung pada spasi elektroda yang dipakai. Padahal kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan nilai resistivitas yang berbeda-beda,sehingga potensial yang diukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisantersebut. Hambatan jenis ini disebut hambatan jenis (resistivitas) semu.Resistivitas semu dirumuskan dengan:
                                         (2.1)
Dimana :          ρa    : Resistivitas semu (ohm m)
                        K    : Faktor Geometris (m)
                        ΔV : Beda potensial (V)
                        I     : Kuat arus (A)

            Faktor geometri dari konfigurasi elektroda potensial dan elektroda arus. Faktor geometri merupakan besaran penting dalam pendugaan tahanan jenis vertikalmaupun horisontal.
            Sesuai dengan persamaan 2.1, nilai K untuk konfigurasi Schlumberger adalah
            Bumi merupakan medium berlapis dengan masing-masing lapisan mempunyaiharga resistivitas yang berbeda-beda. Resistivitas semu merupakan suatu konsepabstrak yang di dalamnya terdapat keterangan tentang kedalaman dan sifat suatulapisan tertentu. Sebagaimana disajikan dalam gambar 6 dimisalkan bahwamedium yang ditinjau terdiri dari 2 lapis dan mempunyai nilai resistivitas yang  berbeda (ρ1 dan ρ2). Dalam pengukuran, medium ini akan dianggap sebagai 1
lapisan yang homogen dan mempu nyai 1 harga resistivitas yaitu ρa ( Apparent  Resistivity) atau resistivitas semu.
13
 

gambar 2.6 Konsep resistivitas semu
Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi akan berbedawalaupun jarak antar elektrodanya sama. Untuk medium berlapis, hargaresistivitas semu ini akan merupakan fungsi jarak bentangan (jarak antar elektroda arus). Untuk jarak antar elektroda arus yang kecil akan memberikan ρayang harganya mendekati ρ batuan di dekat permukaan. Sedang untuk jarak bentangan yang besar, ρa yang diperoleh akan mewakili harga ρ batuan yang lebih dalam.
2.2     Pengukuran Geolistrik
Pada praktikum geolistrik ini  pengukuran yang dilakukan di lapangan menggunakan aturan Schlumberger, dengan panjang bentangan 70 m dan menghasilkan data sebanyak 14 data.
Adapun  Prosedur pengambilan data pada praktikum dengan metode geolistrik yaitu sebagai berikut :
1.      Memasang elektroda sesuai dengan konfigurasi yang ditentukan, digunakan palu untuk menancapkan elektroda ke dalam tanah.
2.      Menghubungkan elektroda arus menggunakan kabel gulung dan konektor ke A dan B pada resisitivimeter.
3.      Menghubungkan elektroda potensial menggunakan kabel gulung dan konektor ke M dan N pada resistivimeter.
4.      Menghubungkan baterai menggunakan kabel konektor ke jack input (+) dan (-) pada resistivimeter. Melihat jarum indikator batt hingga menunjuk ke bagian merah ke kanan. Hal ini menunjukan baterai dalam keadaan penuh (tegangan memadai). Jika tidak baterai perlu diisi (dicharger) hingga penuh sebelum digunakan.
5.      Menekan tombol power warna kuning
6.      Kemudian menentukan jenis pengukuran yang akan di gunakan ( Arus dan Tegangan) dengan menekan tombol range dan Rel kalibrasi pada posisi nol (0).
7.      Menginjeksi arus dengan menekan tombol injeks hingga display arus menunjukan angka yang stabil.
8.      Menekan tombol hold dan membaca harga arus (I) pada display arus serta harga tegangan (V) ,
9.      Menghubungkan elektroda potensial menggunakan kabel gulung dan konektor ke M dan N pada resistivimeter.
10.  Menghubungkan baterai menggunakan kabel konektor ke jack input (+) dan (-) pada resistivimeter. Melihat jarum indikator batt hingga menunjuk ke bagian merah ke kanan. Hal ini menunjukan baterai dalam keadaan penuh (tegangan memadai). Jika tidak baterai perlu diisi (dicharger) hingga penuh sebelum digunakan.
11.  Menekan tombol power warna kuning
12.  Kemudian menentukan jenis pengukuran yang akan di gunakan ( Arus dan Tegangan) dengan menekan tombol range dan Rel kalibrasi pada posisi nol (0).
13.  Menginjeksi arus dengan menekan tombol injeks hingga display arus menunjukan angka yang stabil.
14.  Menekan tombol hold dan membaca harga arus (I) pada display arus serta harga tegangan (V) ,
15.  Memindahkan posisi elektroda ke posisi pengukuran berikutnya
16.  Melakukan hal yang sama sehingga seluruh data diperoleh sesuai tabel
pengukuran.


























Tabel 2.2  Tabel Hasil Pengukuran Geolistrik di Lapangan




 
 


2.3     Pengolahan Data
Pengolahan data geolistrik dilakukan dengan beberapa langkah, antara lain:
·        



Masukan data pengukuran di lapangan pada program Microsoft excel dengan rumus :
·         Setelah itu buka sheet baru , lalu input data (dp, Jarak datum, n, ρ semu).
·        
Buat notepad dengan format seperti di bawah ini.

·         Buka software Res2dinv – Pilih File – Read Data File – Pilih file Notepad – OK.
·         Selanjutnya pilih Inversion – Least Squares Inversion – OK.





BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1     Hasil
Lokasi/Koordinat : Sebelah Timur TNR/ 0508'00,5"
Waktu/ Hari, Tgl : 15.27 wita/ Rabu, 30 April 2014
Cuaca : Cerah
Arah Bentangan : N 150 E
Pengamat : Kelompok 01

Tabel 3.1 Pengolahan Data dalam Microsoft Excel
Rumus : ρ=K(V/I)


No
MN/2
AB/2
K
V1
V2
Vrata
I1
I2
Irata
ρa
(m)
(m)
(m)
(mV)
(mV)
(V)
(mA)
(mA)
(A)
(Ω m)
1
0.5
1.5
6.28
994
992
993
115.1
115.2
115.15
54.1558
2
0.5
3
27.475
184
184
184
114.7
114.8
114.75
44.0558
3
0.5
4
49.455
84
84
84
115.1
115.1
115.1
36.0923
4
2
5
16.485
263.6
265.7
264.65
114.6
114.7
114.65
38.0528
5
2
6
25.12
165.3
165.8
165.55
115.0
115.1
115.05
36.1462
6
2
8
47.1
87.1
93.8
90.45
114.7
114.7
114.7
37.1421
7
2
10
75.36
62.8
62.5
62.65
115.0
115.0
115
41.0548
8
5
15
62.8
83.5
73.5
78.5
115.0
115.0
115
42.8678
9
5
20
117.75
48.6
49.3
48.95
113.1
113.1
113.1
50.9625
10
5
25
188.4
26.5
26.4
26.45
114.9
115.1
115
43.3320
11
5
30
274.75
20.9
20.7
20.8
114.9
110.0
112.45
50.8208
12
10
40
235.5
19.8
19.6
19.7
111.9
112.0
111.95
41.4413
13
10
50
376.8
10.4
10.4
10.4
111.8
111.9
111.85
35.0355
14
10
60
549.5
6.0
6.0
6
112.4
112.5
112.45
29.3197


Gambar 3.1 Distribusi Resistivitas (Tahanan Jenis)


3.2 Pembahasan
Dari data hasil pengolahan menggunakan software res2Dinv diperoleh pemodelan kondisi bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitasnya, dari data tersebut terlihat beberapa lapisan tanah yang memiliki nilai resistivitas yang berbeda.didominasi oleh endapan Aluvial, pasir dan kerikil yang mengandung air tawar. Pengukuran tahanan jenis di lokasi penelitian merupakan pengukuran tahanan jenis semu. Data tahanan jenis semu tersebut diolah atau diinversi dengan persamaan matematis untuk mendapatkan nilai tahanan jenis yang sebenarnya. Dalam penelitian ini input data tahanan jenis semu dioleh dengan menggunakan perangkat lunak Res2dinv. Hasil pengolahan data pseudosection berupa distribusi tahanan jenis sebenarnya terhadap penampang melintang di bawah permukaan tanah. Hasil pengolahan data yang diperoleh berupa penampang resistivitas yang menggambarkan nilai distribusi lapisan bawah permukaan tanah pada masing-masing titik mapping. Pada penampang resistivitas tersebut, perubahan nilai resistivitas dinyatakan dalam bentuk citra warna yang berbedabeda dengan kedalaman atau ketebalan lapisan tertentu sesuai dengan nilai resistivitasnya. Hasil distribusi resistivitas atau tahanan jenis sebenarnya pada penampang vertical.
Berdasarkan hasil distribusi nilai resistivitas secara vertikal (Gambar 3.1), didapatkan interpretasi kuantitatif yang menggambarkan kondisi atau lapisan batuan bawah permukaan tanah di lokasi praktikum.
Berdasarkan hasil pengolahan data dan interpretasi dari nilai resistivitas (Halmer Helide. 1984. Tugas Akhir Jurusan Fisika ITB, Bandung), maka dapat di interpretasi bahwa pada kedalaman 0 m – 3 m diduga merupakan endapan aluvial. Dan pada kedalaman 6-10 m diduga terdapat kandungan air.






















BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1  Kesimpulan
Dari pengambilan data di lapangan dan pengolahan data menggunakan software maka dapat di interpretasi bahwa pada kedalaman 0 m – 3 m diduga merupakan endapan alluvial dan pada kedalaman 6-10 m diduga terdapat kandungan air.
4.2  Rekomendasi
Berdasarkan hasil praktikum di lapangan dan pengolahan data menggunakan software, maka dapat direkomendasikan bahwa daerah praktikum memiliki kandungan air di bawah permukaan bumi.