Selasa, 26 Januari 2016

Laporan Lapangan Sedimentologi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Sedimentologi merupakan ilmu yang mempelajari batuan sedimen dan proses pembentukannya, seperti klasifikasinya, originnya, dan interpretasinya. Sedimen merupakan material lepas hasil rombakan batuan penyusun kerak bumi yang mengalami pengangkutan, selanjutnya terkonsentrasi pada atau dekat permukaan bumi.
Sekitar 75% permukaan bumi ditutupi oleh batuan sedimen, yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan sedimen lainnya. Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Kebutuhan hidup manusia banyak berhubungan dengan batuan sedimen seperti dalam penentuan dan pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi, Banyak mineral atau batuan yang bersifat ekonomis berasosiasi dengan batuan sedimen.
Material sedimen memiliki ukuran yang berbeda-beda mulai dari bongkah sampai lempung. Ukuran material ini dapat menjelaskan proses, tempat terbentuknya dan tempat terdapatnya material sedimen ini, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sangatlah diperlukan untuk melakukan praktikum sedimentologi dengan acara analisa ukuran butir.

1.2     Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari diadakannya praktikum ini adalah :
1.      Mengetahui analisis ukuran butir sedimen pada daerah penelitian
2.      Membuat pengolahan data dalam statistik dan dalam kurva semilog dari sebaran sedimen.
Adapun manfaat dari diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan dan transportasi dari material sedimen tersebut.
1.3     Letak dan Kesampaian Daerah
Description: C:\Users\sony\Pictures\LembarUjungpandangBentengSinjai.jpg
Penenlitian dilakukan pada tiga titik atau stasiun, diantaranya stasiun satu pada daerah sungai jeneberang, stasiun dua pada daerah bili – bili, dan stasiun tiga pada tempat wisata pemandian tanjung bayang. Perjalanan dimulai dari fakultas teknik, kampus tamalanrea unhas Makassar dengan jarak menuju stasiun satu sekitar 80 km yang ditempuh menggunakan bus kota sebagai transportasi darat selama 210 menit. Selanjutnya, dilakukan perjalanan kembali menuju stasiun dua dengan menggunakan media transportasi yang sama selama 90 menit dengan jarak tempuh sekitar 40 km, dan stasiun selanjutnya ditempuh selama 180 menit dengan jarak tempuh sekitar 70 km.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ... Geologi Regional
2.1.1 Geomorfologi Regional
            Bentuk morfologi yang menonjol di daerah ini adalah kerucut gunungapi Lompobattang yang menjulang mencapai ketringgian 2876 meter di atas permukaan Laut. Kerucut gunungapi Lompobattang ini dari kejauhan masih memperlihatkan bentuka aslinya dan tersusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
            Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempit sebarannya terdapat disebelah  Barat dan disebelah Utara gunung Lompobattang. Disebelah Barat terdapat gunung Baturape mencapai ketinggian 1124 meter, dan disebelah Utara terdapat gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 meter. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
            Dibagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh topografi karst yang dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi Karst ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen Bawah sampai Pliosen
            Disebelah Barat gunung Cindako dan sebelah Utara gunung Baturape merupakan daerah berbukit halus di bagian Barat. Bagian Barat mencapai ketinggian kira-kira 500 meter diatas permukaan laut dan hampir merupakan suatu dataran. Bentuk morfologi ini tersusun oleh batuan klastik gunungapi berumur Miosen. Bukit-bukit yang memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke gunung Cindako dan gumnung Baturape berupa retas-retas Basalt.
            Pesisir Barat merupakan datraan rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini. Di bagian Timurnya  terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen.
            Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit  memanjang rendah dengan arah umumu Baratlaut Tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk. Daerah ini tersusun oleh batuan Karbonat dari Formasi Tonasa.
            Batuan tua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu. Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunung api pada waktu kira-kira 63 juta tahun, dan menghasilkan Btuan gunung api terpropilitkan.
            Lembah Walanae di Lembar Pangkajene Bagian Barat sebelah Utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir Timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen, yaitu sedimen klastika Formasi Salo Kalupang disebelah Timur dari sedimen Karbonat Formasi Tonasa disebelah Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah Barat Lembah Walanae merupakan paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan
            Paparan Laut dangkal Eosen meluas hampir ke seleruh lembar peta , yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah Timur Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae rupanya berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.
            Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh tektonikyang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan dimana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala Pliosen.
            Menurunnya cekungan Walanae dibarengi pleh kegiatan gunungapi yang terjadi secara luas disebelah Baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya terjadi dibawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul dipermukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunung  api selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan gunungapi Baturape-Cindako kelompok retas basal berbentuk radier memusat ke gunung Cindako dan gunung Baturape, terjadinya mungkin berhubungan gerakan mengkubah pada Kala Pliosen.
            Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan Kala Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-sesar en echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah Utara – Selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan mendatar dekstral daripada batuan alas di bawah Lembar Walanae. Sejak Kala Pliosen pesisir barat ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pala Kala Holosen hanya terjadi endapan alluvium dan rawa-rawa.
2.1.2 Stratigrafi Regional
            Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan Malihan (S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda  daripada Formasi Marada ; yang jelas diterobos oleh Granodiorit yang diduga berumur Miosen (19-2 juta tahun yang lalu). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan Gunungapi terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras.
            Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah Timur Lembah Walanae dan formasi Tonasa terjadi disebelah Baratnya. Satuan batuan yang berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah menindih tak selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya, diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi tonasa (Temt) terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dari 1750 meter. Pada kala Miosen Awal, rupanya terjadi endapan batuan gunungapi di daerah Timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).
            Satuan batuan yang berumur Miosen Tengan sampai Pliosen menyusun Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih tidak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah Timur, dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota Selayar (Tmps).
            Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda adalah yang menyusun satuan gunungapi Lompobattang (Olv), berumur Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).
2.1.3 Struktur Geologi Regional
            Menurut Sukamto (1982), struktur geologi di daerah pegunungan Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur lipatan dan struktur sesar.
  1. Struktur Lipatan
Struktur ini mempunyai arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang tidak teratur,sehingga sulit untuk menentukan jenisnya.Adanya pelipatan dicirikan oleh kemiringan lapisan batuan,baik batuan Tersier maupun batuan Kwarter (Plistosen), telah mengalami perlipatan,sehingga umur lipatan ini ditafsirkan setelah Plistosen.

  1. Struktur Sesar
Struktur sesar ini mempunyai arah yang bervariasi,seperti pada daerah Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara-Selatan, Timur-Barat, Baratdaya-Timurlaut, sedangkan pada baian Utara mengarah Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-Tenggara, dimana jenis sesar ini sulit untuk ditentukan.
Terjadinya pelipatan dan pensesaran berhubungan dengan proses tektonik daerah setempat, dimana akhir daripada kegiatan gunung api Miosen Bawah, diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya pemulaan terbentuknya Walanae. Peristiwa ini kemumngkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah dan menurun perlahan secara sedimentasi berlangsung sampai kala Pliosen, hal ini diikuti oleh kegiatan gunung api pada daerah sebelah Baratdaya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen dengan Gunung api bawah laut, dan muncul pada kala Pliosen sebagi gunung api kontinen yang kemungkinan besar pada kala ini mulai terjadi perlipatan, dimana kegiatan-kegiatan magma pada kala Plistosen Atas diikuti oleh kegiatan tektonik yang menyebabkan terjadinya sesar di daerah ini.
2.2 Sedimentologi
            Tujuh puluh persen batuan yang menutupi permukaan bumi ini terdiri dari batuan sedimen. Yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan sedimen lainnya.
Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Pembelajaran tentang batuan sedimen sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan (Pettjohn, 1975 )
Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan kimiawi dan mekanis, ditransportasikan dalam bentuk larutan dan padat, dan diendapkan sebagai sedimen, yang kemudian terlitifikasi menjadi batuan sedimen.
Sedimen alamiah mempunyai suatu rentang ukuran partikel. Penyebaran ukuran di sekitar ukuran rata-ratanya disebut sorting. Sedimen dengan well-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang sempit, dan sedimen dengan poorly-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang lebar. Dalam praktek teknik sipil, istilah-istilah ini memiliki arti yang berlawanan. Sedimen dengan well- sorted adalah bergradasi jelek, dan sedimen dengan poorly-sorted adalah bergradasi baik. Sedimen dengan well-sorted cenderung makin seragam, sedangkan sedimen dengan poorly-sorted cenderung makin tidak seragam.
2.2.1 Analisa Ukuran Butir
Ukuran butir merupakan bagian yang mendasar dalam batuan sedimen klastik dan merupakan ciri-ciri yang harus ada dalam mendeterminasi batuan sedimen. Ukuran butir berkisar dari beberapa micron sampai beberapa meter, yang tersebar secara alami yang menunjukkan sebuah satu rangkaian yang saling berkaitan. Dikarenakan banyaknya ukuran butir maka dibutuhkan sebuah skala ukuran butir, dan yang umum digunakan adalah skala Udden-Wentworth. Skala ini pertama kali dikenalkan oleh Udden pada tahun 1898 dan kemudian dimodifikasi dan diperluas oleh Wentworth pada tahun 1922. Skala ini merupakan sebuah skala geometris yang setiap nilanya pada skala dua kali lebih besar dari nilai skala sebelumnya, atau satu setengah kali lebih besar. Skala Udden-wentworth berkisar dari <1/256 mm (0,0039 mm) hingga >256 mm dan dibagi menjadi empat kategori ukuran (lempung, lanau, pasir dan kerikil) yang mana dibagi menjadi sub-bagian ukuran butir.
Modifikasi yang dilakukan pada skala udden-wentworth yang paling banyak digunakan adalah skala logaritma phi, yang mana data dapat memiliki nilai yang sama untuk data grafik dan perhitungan statistik. Skala ini dikenalkan oleh Krumbein pada tahun 1934, yang didasari pada hubungan :
dimana  adalah ukuran phi dan S adalah ukuran butir dalam millimeter. Ukuran butir sebenarnya dinyatakan dalam millimeter dimana semakin menurun nilai ukuran butir maka nilai phi (+) bertambah dan semakin meningkat nilai ukuran butir maka nilai phi (-) bertambah, hal ini dikarenakan material sedimen berukuran pasir, lanau dan lempung lebih melimpah pada batuan sedimen.


Table 2.1: Tabel ukuran butir material sedimen, menunjukkan kelas-kelas ukuran butir wentworth, ekuivalen dengan phi (ɸ) dan nomor sieve Sieve Standar U.S berhubungan dengan ukuran phi (ɸ) dan millimeter.
Description: D:\01-4\sedimentologi\lab\sedimen\ACARA 2\udden-wentworth scale.JPG
Catatan : nilai phi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-)
Ukuran butir material sedimen dapat diukur dengan beberapa metode. Pemilihan metode didasarkan pada tujuan studi yang hendak dilakukan, jangkauan ukuran butir yang akan diukur dan derajat konsolidasi sedimen atau batuan sedimen. Partikel yang berukuran besar (kerakal, berakal, bongkah) baik material lepas atau batuan sedimen dapat diukur manual dengan menggunakan sebuah caliper. Ukuran butir biasanya dinyatakan dengan dimensi panjang atau dimensi intermediet sebuah partikel.
            Butiran hingga ukuran lanau yang merupakan material lepas atau batuan sedimen biasanya diukur dengan sieve. Nomor sieve dari Sieve Standar U.S yang sesuai digunakan dengan ukuran butir dalam mm dan ukuran phi (Tabel 2.1). Metode sieve mengukur partikel berukuran sedang. Material berukuran butiran hingga lanau juga dapat diukur dengan menggunakan metode sedimentasi yang didasarkan pada kecepatan pengendapan partikel. Dalam metode ini, butiran dibiarkan turun sesuai dengan kolom air pada temperatur tertentu pada tabung pengendapan dan dihitung waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap. Waktu pengendapan partikel memiliki hubungan empiris pada kurva distribusi ukuran standar (kurva kalibrasi) untuk memperoleh hasil yang setara dengan ukuran butir (mm) dan nilai phi. Kecepatan pengendapan partikel diakibatkan oleh bentuk partikel. Partikel yang berbentuk bola lebih cepat mengendap dibandingkan dengan yang tidak berbentuk bola dalam massa yang sama. Oleh karena itu, menentukan ukuran butir secara alami, partikel yang tidak berbentuk bola dengan metode sedimentasi bisa saja tidak memberikan hasil yang persis sama dengan metode sieve.
            Partikel berukuran lanau halus dan lempung dapat ditentukan dengan metode sedimentasi dengan menggunakan hukum Stokes. Jika kecepatan pengendapan partikel dapat diukur pada temperature tertentu, diameter partikel dapat dihitung dengan hitungan matematika sederhana :
Dimana D adalah diameter partikel dalam cm, V adalah kecepatan pengendapan partikel, dan C adalah konstanta tergantung dengan berat jenis partikel serta berat jenis dan viskositas fluida (biasanya air).
Metode sedimentasi standar untuk mengukur partikel sedimen berukuran kecil dengan menggunakan analisis pipet. Untuk melakukan analisis pipet partikel sedimen berukuran halus diaduk hingga membentuk suspense dalam volume air yang telah diukur dalam sebuah tabung pengendapan. Material sedimen yang berukuran seragam dalam suspense akan tertarik ke pipet pada waktu tertentu dan pada kedalaman tertentu, kemudian diuapkan untuk dikeringkan dalam oven dan setelah itu ditimbang.
Analisis pipet memberikan hasil yang sama dengan hasil analisis tabung pengendapan sedimen untuk material sedimen yang berukuran lebih kasar sulit dilakukan. Untuk menyederhanakan prosedur ini, tabung pengendapan dengan perekam otomatis dan penyeimbang sedimentasi dikembangkan untuk mempercepat penentuan material sedimen berukuran pasir dan lempung. Kebanyakan tabung pengendapan dengan perekam otomatis, biasanya disebut analisator cepat material sedimen,  fungsinya yaitu  mengukur perubahan waktu dalam berat sedimen yang tersisa pada material sedimen berukuran pan (<256 mm) dalam sebuah kolom air pada tabung pengendapan atau mengukur perubahan tekanan dalam kolom air sebagai endapan sedimen di luar kolom. Selain itu ukuran butir juga dapat ditentukan dengan membandingkan kurva berat atau tekanan dengan waktu terhadap kurva kalibrasi.
Tabung pengendapan otomatis ini adalah photohydrometer, yang mana digunakan untuk mengukur intensitas arah sinar yang melewati sebuah kolom pengendapan sedimen. Sebagai endapan sedimen yang telah keluar dari suspensi, sinar lebih sedikit dipantulkan oleh partikel yang lebih halus dan intensitas cahaya meningkat. Intensitas cahaya diukur pada saat sebelum ditentukan dapat dihubungkan secara empiris dengan kecepatan pengendapan partikel dan dengan demikian itulah ukuran partikelnya.
Ukuran butir partikel kecil dapat juga dihitung dengan alat penghitung partikel elektrik yang disebut Coulter counter. Coulter counter awalnya dikembangkan untuk menghitung sel darah, tetapi juga bisa diaplikasikan untuk menghitung ukuran partikel yang berukuran 0,5 mikron sampai 1,0 mm. Analisis ukuran dengan Coulter counter didasarkan pada prinsip bahwa sebuah partikel melewati sebuah zona elektrik yang dihasilkan dari larutan elektrolit, yang mana partikel terdispersi dengan ion-ion yang cocok. Perubahan ini terskala dan terhitung sebagai getaran (volt). Besar setiap getaran bernilai sesuai dengan volume partikel, dan jumlah getaran merupakan fungsi konsentrasi partikel, dengan menghitung jumlah getaran dari beragam besaran, persen volume pertikel yang berbeda ukuran dapat ditentukan.
Ukuran butir partikel material lepas sedimen dapat diukur dengan menggunakan analisis sieve atau analisis sedimentasi. Ukuran dan pemilahan  partikel berukuran pasir dan lanau dapat diperkirakan dengan menggunakan pantulan cahaya mikroskop binokuler dalam sayatan tipis sebuah batuan dengan menggunakan mikroskop petrografi dan disesuaikan dengan micrometer okuler. Partikel berukuran lanau halus dan lempung dalam batuan sedimen dapat dipelajari dengan menggunakan mikroskop electron.
Tabel 2.2. Metode pengukuran ukuran butir material sedimen
             Metode pengukuran ukuran butir diuraikan secara umum dengan jumlah data yang banyak yang mana harus dikurangi dengan mempersingkatnya sebelum digunakan. Tabel data menunjukkan berat butiran pada berbagai kelas butiran yang harus disederhanakan menjadi rata-rata populasi butiran sebagai rata-rata ukuran butir dan pemilahan. Antara data grafik dan matematis menggunakan metode pengurangan yang umum digunakan. Grafik mudah untuk dibuat dan menyediakan gambaran dari distribusi ukuran butir. Di sisi lain, metode matematis, merupakan data awal grafik, hasil parameter statistik ukuran butir yang dapat digunakan untuk mempelajari lingkungan pengendapan.




   Gambar 2.1 Data ukuran butir analisis sieve
Gambar disamping menunjukkan jenis data ukuran butir yang dihasilkan dari analisis sieve. Berat kasar (Raw weight) merupakan konversi pertama ke persen berat individu dengan membagi berat disetiap kelas dari berat total. Berat persen kumulatif (Cumulative weight percent) bisa dihitung dengan menambah berat dari kelas ukuran butir dengan total kela-kelas ukuran butir sebelumnya.





         Gambar 2.2 Persen berat individual
Gambar disamping menunjukkan bagaiman persen berat individual dapat di plot sebagai fungsi dari ukuran butir menghasilkan sesbuah histogram ukuran butir, yang merupakan sebuah bar diagram yang mana ukuran butir di plot sepanjanng sumbu absis pada grafik dan persen berat individual sepanjang sumbu ordinat. Histogram merupakan cara yang cepat untuk mengetahui distribusi ukuran butir, berdasarkan rata-rata ukuran butir dan pemilahan dapat diketahui dengan melihat sekilas. Pada gambar disamping juga ditunjukkan kurva frekuensi yang merupakan inti dari histogram yang berupa garis halus yang menghubungkan titik tengah bar-bar pada grafik yang menunjukkan perkiraan bentuk kurva frekuensi.




                             Gambar 2.3 Kurva kumulatif ukuran butir
Gambar disamping merupakan kurva kumulatif ukuran butir yang secara umum yang di plot berdasarkan ukuran butir dan persen berat kumulatif. Kurva kumulatif lebih berguna untuk memplot ukuran butir. Meskipun tidak memberikan gambar yang mewakili distribusi ukuran butir seperti histogram pada kurva frekuensi, bentuk sebenarnya pada interval sieve. Nilai phi diplot pada ordinat aritmatik, kurva kumulatif menunjukkan bentuk pertikel sedimen. Kemiringan bagian tengah dari kurva mencerminkan pemilahan pada sampel. Kemiringan yang sangat curam mengindikasikan pemilahan yang baikdan kemiringan yang landai menunjukkan pemilahan yang buruk.




Gambar 2.4 Kurva kumulatif yang dihasilkan dari parameter statistik
Kurva kumulatif dihasilkan dari beberapa parameter statistik, sebuah kurva kumulatif juga dapat diplot pada skala ordinat aritmatik atau pada sebuah kertas gafik semilog yang mana ordinat aritmatik digantikan dengan ordinat semilog, seperti gambar disamping. Bentuk kurva cenderung ke arah garis lurus, jika populasi memiliki distribusi yang normal.
Gambar-gambar diatas bukanlah jenis sedimen yang terdistribusi normal. Kebanyakan endapan alami tidak memiliki distribusi yang normal yang ada hanya mendekati distribusi normal.
            Secara metematis terdapat tiga pengukuran rata-rata ukuran butir yang umum digunakan, yaitu :
1.      Modus, yang merupakan frekuensi ukuran partikel yang paling sering muncul pada populasi butiran. Diameter ukuran butir ditunjukkan oleh titik yang paling tajam (titik potong) pada kurva kumulatif. Material lepas klastik dan batuan sedimen cenderung memiliki sebuah ukuran, tetapi beberapa material ada yang memiliki dua ukuran yaitu kasar pada akhir kurva dan satunya lagi ukuran halus, bahkan ada beberapa material memiliki banyak bentuk.
2.      Median, yang merupakan ukuran titik tengah distribusi ukuran butir. Setengah berat dari butiran lebih besar dari pada ukuran median dan setengahnya lebih kecil. Median bernilai sekitar diameter presentil ke 50 pada kurva kumulatif (gambar 5).
3.      Rata-rata (Mean), yang merupakan rata-rata ukuran aritmatik semua partikel. Sebenarnya mean tidak dapat dihitung karena kita tidak menghitung total jumlah butiran atau menghitung setiap butiran, dan hanya yang paling mendekati dengan mendapatkan nilai presentil
4.      dari kurva kumulatif  dan menghitung nilai rata-ratanya.
 Gambar 2.5 : Metode menghitung nilai presentil dari kurva kumulatif.
Sortasi
Keseragaman atau Sortasi dapat menunjukkan batas ukuran butir atau keanekaragaman ukuran butir, tipe dan karakteristik serta lamanya waktu sedimentasi dari suatu populasi sedimen (Folk, 1968). Menurut Friedman dan Sanders (1978), sortasi atau pemilahan adalah penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata. Sortasi dikatakan baik jika batuan sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata pendek. Sebaliknya apabila sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap rata-rata ukuran butir panjang disebut sortasi jelek. Sortasi dihitung dengan menggunakan jangkauan ukuran butir dan luasnya sebaran disekitar ukuran rata-rata.
Gambar 6: Sortasi ukuran butir material sedimen dengan derajat yang berbeda-beda. (From Anstey, R.L. Chase, 1974, Environment through time : Burgess, Minneapolis, Minn. Fig. 1.2, p. 2, reprinted by permission of Burgess Publishing Co.)
Sortasi dihitung dengan standar deviasi. Dalam statistik konvensional, satu standar deviasi mencakup 68 persen pada area pusat pada kurva frekuensi.
Gambar 7: Kurva frekuensi distribusi normal, menunjukkan hubungan antara standar deviasi dan mean (rata-rata). Satu standar deviasi (1) disetiap sisinya rata-rata bernilai 68 persen pada area dibawah kurva frekeunsi. (After Friedman, G. M., and J.E. Sanders, Principle of sedimentology. © 1978 by John Wiley & Sons, Inc. Fig. 3.12, p.70, reprinted by permission of John Wiley & Sons, Inc., New York.)

Rumus untuk menghitung standar deviasi dengan metode statistik ditunjukkan dalam tabel 3.
Perlu diperhatikan untuk menghitung standar deviasi dengan rumus ini maka standar deviasi dinyatakan dengan nilai phi () dan disebut juga standar deviasi phi.
Tabel 4 : Tabel Standar Deviasi

Seperti disebutkan diatas bahwa pupulasi material sedimen tidak memiliki distribusi ukuran butir yang normal, malahan menunjukkan derajat ketidaksimetrisan atau skewness. Modus, mean (rata-rata) dan median pada populasi skew ukuran butir semuanya berbeda, seperti diilustrasikan pada gambar dibawah ini :
Gambar 8: Ilustrasi kurva frekuensi modus, median dan mean (rata-rata) dan perbedaan antara kurva frekuensi normal dan kurva asimetri (skew). (After Friedman G. M., and J.E. Sanders, Principle of sedimentology. © 1978 by John Wiley & Sons, Inc. Fig. 3.18, p.75, reprinted by permission of John Wiley & Sons, Inc., New York.)

Gambar A menunjukkan kurva frekuensi normal. Gambar B menunjukkan skewness positif atau fine skewed, yang senilai dengan phi positif. Skewness mencerminkan sortasi ukuran butir pada bagian ujung belakang kurva berada pada partikel yang halus. Gambar C menunjukkan skewness negative atau coarse skewed, yang senilai dengan phi negative. Skewness mencerminkan ukuran butir pada ujung bagian depan kurva berada pada partikel yang kasar.




Tabel 5 : Tabel Skewness
Nilai kurtosis  berhubungan antara penyebaran dan normalitas distribusi. Perhitungan dari kurtosis merupakan perbandingan antara ekor kurva dengan puncak kelengkungannya.

Tabel 6 : Tabel Kurtosis

Kurva frekuensi ukuran butir dapat menunjukkan variasi dari puncak-puncak yang bebeda. Derajat puncak-puncak kurva frekuensi disebut kurtosis.  Meskipun kurtosis dapat dihitung, tapi secara signifikan tidak dapat diketahui serta menampakkan jumlah yang sedikit dari interpretasi ukuran butir.




2.2.2 Fasies Sedimen
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1.      Geometri :
a)      regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b)      intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2.      Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)
3.      Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4.      Struktur sedimen : dari core

Model Fasies (Facies Model)
Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus (Walker , 1992).
Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran yang bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan. model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak.
Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :
a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi, dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework
b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi oleh waktu .
c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon model.
Facies Sequence
Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara genetik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1.      membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2.      terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun).
3.      mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4.      selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.
5.      batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.
Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas. Litologi sedimen  ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream berenergi tinggi.
a.       Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi,  tinggi energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial.  Trace fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali organisme tidak dapat bertahan. 
b.      Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen.  Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir dengan baik.  Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded sandsheets"- lapisan batu pasit yang membentuk lithology dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 °), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7 inci) tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus di sini adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi mereka sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat berisi fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang mungkin terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan pada peristiwa-peristiwa tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan mengubah aliran kursus.
c.       Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic terwakili dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padi-padian terbesar di bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas), berkerikil palung lintas-unit tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil langka. Sheet-seperti sungai dikepang disimpulkan sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini.
d.      Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah lingkungan di pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7 kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shales batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil biasanya ditemukan di lingkungan laut.

Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel.
Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah.
Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan.
Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi.
            Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :
1.   Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan sifat khas dari setting pengendapan [Gould, 1972].
2.   Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan Sloss, 1963].
3.   Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan biologi dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
4.    Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1              Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu terdiri metode lapangan dan metode laboratorium. Adapun uraiannya sebagai berikut:
·         Lapangan
Metode pengambilan sampel (sampling) yang digunakan di lapangan yaitu dengan melakukan tes spit berukuran 2x2 m, yang kemudian di lakukan pengambilan data-data seperti pengukuran tebal lapisan, deskripsi litologi, sketsa dan pengambil sampel.
·         Laboratorium
Metode yang digunakan dalam laboratorium yaitu metode pengolahan sampel berupa pengeringan sampai pengayakan dan terakhir penimbangan. Di mana pengeringan untuk memudahkan pengayakan, dan pengayakan untuk memisahkan ukuran butir yang sama dimana untuk mengetahui berat
·         Pengolahan Data
Data yang telah didapatkan di laboratoriun selanjutnya diolah untuk menentukan mean, modus, median, kemudian menggunakan kurva semilog dan perhitungan-perhitungan lainnya. Dari hasil pengolahan data-data inilah kemudian dapat diketahui rata-rata ukuran butir dan persentase tiap lapisan. Dari semua data yang diolah tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan ukuran butir, kaitannya dengan prosesnya sampai fasiesnya.

3.2  Alat dan Bahan
Adapun daftar alat dan bahan yang digunakan selama praktikum ini berlangsung diantaranya :
1.      Peralatan Kelompok
·         Palu geologi
·         Kompas geologi
·         Camera digital
2.      Peralatan Individu
·         Kantung sample
·         Papan clipboard
·         Buku lapangan
·         Kertas A4
·         Kertas kalkir
·         Spidol
·         Alat tulis
·         Pita meter

3.3  Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum kali ini yaitu :Pertama, siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum kali ini, khususnya untuk sampel pasir agar diusahakan kering agar lebih mudah untuk diayak. Jika masih belum kering sempurna maka digunakan alat pemanas untuk memanaskan pasir tersebut. Selanjutnya pasir tersebut ditimbang di atas timbangan dengan menggunakan gelas atau cawan ukur untuk mengetahui berat awal sampel sebelum di saring. Kemudian sampel di masukkan ke dalam alat penyaring yang telah disiapkan dan di ayak atau digoyangkan selama 10 menit. Setelah diayak sampel dipisahkan sesuai dengan meshya kemudian ditimbang satu-persatu.
Setelah melakukan analisa data laboratorium kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data, yaitu menetukan berat komulatif, nilai mean, modus dan median. Dan yang terakhir yaitu menetukan fasies sedimentasi.
















BAB V
PENUTUP
5.1     KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan praktikum dan melakukan pengolahan data ialah :
1.      Pada daerah penelitian di dapatkan material sedimen berupa pasir yang berukuran pasir halus - sangat kasar .
2.      Skewness menunjukkan penyebaran atau distribusi dimana semakin positif (fine skewed) maka material sedimen yang terendapkan cenderung lebih banyak material berukuran halus. Semakin negatif skewness (coarse skewed) maka material sedimen yang terendapkan cenderung berukuran kasar.
3.      Kurtosis menunjukkan semakin datar suatu kurva maka semakin material sedimen tidak terdistribusi normal dan semakin lengkung suatu kurva maka semakin materisl sedimen terdistribusi normal.
5.2     SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu ;
1.       Dalam pengambilan sampel dilapangan sebaiknya benar-benar memperhatikan cara menyampling karena jika tidak maka setiap lapisan akan terkontaminasi, sehingga data yang dihasilkan tidak akurat.
2.      Dalam praktikum sebaiknya disesuaikan jadwal praktikum karena sampel yang dianalisis cukup banyak sedangkan alat penggetar yang digunakan hanya satu.






















DAFTAR PUSTAKA

Jr, Sam Boggs.1987.Principle Sedimentology and Stratigrafi.Colombus:Merrill Publishing Company.
Mual Maul.2012.http://Wingman Arrows.html.Bab 3 Tekstur Sedimen.diakses pada tanggal 6 Mei 2014.pukul 23.10 WITA.
Salamba, Daud Rani.2013.http://God of Geology.html.Praktikum Sedimentologi Analisa Ukuran Butir.diakses pada tanggal 6 Mei 2014.pukul 08.54 WITA.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar